PENGERTIAN TIRATANA
Kata Tiratana terdiri dari kata Ti, yang artinya tiga dan
Ratana, yang artinya permata / mustika; yang maknanya sangat
berharga. Jadi, arti Tiratana secara keseluruhan adalah Tiga
Permata (Tiga Mustika) yang nilainya tidak bisa diukur; karena
merupakan sesuatu yang agung, luhur, mulia, yang perlu sekali
dimengerti (dipahami) dan diyakini oleh umat Buddha.
ISI TIRATANA
Sesuai dengan arti katanya, yaitu Tiga Mustika atau Tiga
Permata, maka isi Tiratana memang terdiri dari 3 permata atau
tiga ratana, yaitu: Buddha Ratana; Dhamma Ratana; dan Sangha
Ratana.
Buddha Ratana:
-
Sang Buddha adalah guru suci junjungan kita
-
Yang telah memberikan ajarannya kepada umat manusia dan
para dewa
-
Untuk mencapai kebebasan mutlak (Nibbana)
Dhamma Ratana:
-
Dhamma adalah kebenaran mutlak, dan juga merupakan ajaran
Buddha
-
Yang menunjukkan umat manusia dan para dewa ke jalan yang
benar, yaitu yang terbebas dari kejahatan, dan
-
Membimbing mereka mencapai kebebasan mutlak (Nibbana)
Sangha Ratana
-
Sangha adalah persaudaraan Bhikkhu suci, yang telah
mencapai tingkat-tingkat kesucian (Sotapana, Sakadagami,
Anagami, Arahat)
-
Sebagai pengawal dan pelindung Dhamma
-
Mengajarkan Dhamma kepada orang lain untuk ikut
melaksanakannya sehingga bisa mencapai kebebasan mutlak
(Nibbana)
Secara sistematik, dapat disimak pada skema berikut ini:
|
1. SAMMASAMBUDDHA |
|
|
BUDDHA |
2. PACCEKA BUDDHA |
|
|
|
3. SAVAKA BUDDHA |
|
|
|
|
|
|
|
1. PARIYATI DHAMMA |
Tipitaka |
Vinaya pitaka, Sutta Pitaka dan Abhidhamma Pitaka |
DHAMMA |
2. PATIPATTI DHAMMA |
Ariya Atthangika Magga |
Sila, Samadhi, Panna |
|
3. PATIVEDHA DHAMMA |
Magga, Phala, Nibbana |
|
|
|
|
|
SANGHA |
1. SAMMUTI SANGHA |
|
|
|
2. ARIYA SANGHA |
|
|
PENJELASAN
TIRATANA
BUDDHA
Arti Buddha (dalam Khuddaka Nikaya) adalah:
-
Dia Sang Penemu (Bujjhita) Kebenaran
-
Ia yang telah mencapai Pengerangan Sempurna
-
Ia yang memberikan penerangan (Bodhita) dari generasi
ke generasi
-
Ia yang telah mencapai kesempurnaan melalui 'penembusan',
sempurna penglihatannya, dan mencapai kesempurnaan tanpa
bantuan siapapun.
Di dalam Anguttara Nikaya Tikanipata 20/265, disebutkan
tentang sifat-sifat mulia Sang Buddha, atau disebut Buddhaguna.
Ada sembilan Buddhaguna, yaitu:
-
Araham= manusia suci yang terbebas dari kekotoran batin
-
Sammasambuddho = manusia yang mencapai penerangan sempurna
dengan usahanya sendiri
-
Vijjacaranasampanno = mempunyai pengetahuan sempurna dan
tindakannya juga sempurna
-
Sugato = yang terbahagia
-
Lokavidu = mengetahui dengan sempurna keadaan setiap alam
-
Anuttaro purisadammasarathi = pembimbing umat manusia yang
tiada bandingnya
-
Satta devamanussanam = guru para dewa dan manusia
-
Buddho = yang sadar
-
Bhagava = yang patut dimuliakan (dijunjung)
Tingkat kebuddhaan adalah tingkat pencapaian penerangan
sempurna. Menurut tingkat pencapaiannya, Buddha dibedakan
menjadi 3 macam, yaitu:
Samma sambuddho
-
Orang yang mencapai tingkat kebuddhaan dengan usahanya
sendiri, tanpa bantuan mahluk lain
-
Mampu mengajarkan ajaran yang ia peroleh (Dhamma) kepada
mahluk lain
-
Yang diajar tersebut bisa mencapai tingkat-tingkat kesucian
seperti dirinya
Pacceka Buddha
-
Orang yang mencapai tingkat kebuddhaan dengan usahanya
sendiri, tanpa bantuan mahluk lain
-
Tidak mengajarkan ajaran yang ia peroleh kepada mahluk lain
secara meluas
-
Yang diajar tersebut belum mampu mencapai tingkat-tingkat
kesucian seperti dirinya.
Savaka Buddha
-
Orang yang mencapai tingkat kebuddhaan karena mendengarkan
dan melaksanakan ajaran dari Sammasambuddha
-
Mampu mengajarkan ajaran yang ia peroleh kepada mahluk lain.
-
Yang diajar bisa mencapai tingkat-tingkat kesucian seperti
dirinya.
Para Buddha pada dasarnya mempunyai tiga prinsip dasar ajaran,
yaitu seperti yang tercantum di dalam Dhammapada 183
sebagai berikut:
Sabbapapassa akaranam = tidak melakukan segala bentuk
kejahatan
Kusalasupasampada = senantiasa mengembangkan kebajikan
Sacittapariyodapanam = membersihkan batin atau pikiran
Etam buddhana sasanam = inilah ajaran para Buddha
Ajaran Sang Buddha memberikan bimbingan kepada kita untuk
membebaskan batin dari kemelekatan kepada hal yang selalu
berubah (anicca), yang menimbulkan ketidakpuasan (dukkha);
karena semuanya itu tidak mempunyai inti yang kekal, tanpa
kepemilikan (anatta). Usaha pembebasan ini dilakukan
sesuai dengan kemampuan dan pengertian masing-masing individu.
Jadi, ajaran Buddha bukan merupakan paksaan untuk dilaksanakan.
Sang Buddha hanya penunjuk jalan pembebasan, sedangkan untuk
mencapai tujuan itu tergantung pada upaya masing-masing. Bagi
mereka yang tidak ragu-ragu lagi dan dengan semangat yang
teguh melaksanakan petunjuk-Nya itu, pasti akan lebih cepat
sampai dibandingkan dengan mereka yang masih ragu-ragu dan
kurang semangat.
Sang Buddha sebagai penunjuk jalan tidak menjanjikan sesuatu
hadiah ataupun hukuman bagi para pengikutnya, sebab Beliau
mengajarkan Dhamma atas dasar cinta kasih, tanpa pamrih apapun
bagi dirinya. Beliau berpedoman kepada 3 dasar kebijaksanaan
yang bebas dari pamrih, yaitu:
-
Beliau tidak girang atau gembira bilamana ada orang yang mau
mengikuti ajarannya.
-
Beliau tidak akan kecewa atau menyesal bilamana tidak ada
orang yang mau mengikuti ajarannya.
-
Beliau tidak merasa senang atau kecewa bilamana ada sebagian
orang yang mau mengikuti ajaran-Nya, dan ada sebagian lagi
yang tidak mau mengikuti ajaran-Nya.
Adalah bijaksana bila sebagai umat Buddha, setelah terlahir
sebagai manusia janganlah tenggelam di dalam kepuasan sang 'aku'.
Di dunia ini kita telah diberi warisan yang sangat berharga
oleh para bijaksana. Sungguh bahagia bagi manusia yang bisa
menerima ajaran Buddha yang telah dibabarkan di hadapan kita.
Mengapa? Karena hadirnya seorang Buddha di alam kehidupan ini
adalah sangat jarang. Di dalam Dhammapada 182
disebutkan demikian:
Kiccho manussapatilabho = sungguh sulit untuk dapat
dilahirkan sebagai manusia
Kiccho maccana jivitam = sungguh sulit kehidupan
manusia
Kiccho saddhammasavanam = sungguh sulit untuk dapat
mendengarkan ajaran benar
Kiccho Buddhanam uppado = sungguh sulit munculnya
seorang Buddha
Jadi, manfaatkanlah kehidupan kita sebagai manusia sekarang
ini untuk lebih giat lagi mempelajari Dhamma yang telah
diajarkan oleh Sang Buddha. Ajaran Sang Buddha yang telah
dibabarkan kepada manusia dan bahkan juga kepada para dewa,
adalah demi keuntungan manusia dan para dewa itu sendiri guna
mencapai Kebebasan Mutlak (Nibbana).
DHAMMA
Dhamma berarti kebenaran, kesunyataan, atau bisa juga
dikatakan sebagai ajaran sang Buddha. Istilah Dhamma ini
mempunyai arti yang sangat luas, yaitu mencakup tidak hanya
segala sesuatu yang bersyarat saja, tetapi juga mencakup yang
tidak bersyarat / yang mutlak. Untuk lebih jelasnya, dapat
diuraikan dalam penjelasan berikut ini.
Dhamma terbagi menjadi dua bagian, yaitu Paramattha Dhamma dan
Pannatti Dhamma.
-
Paramattha Dhamma = kenyataan tertinggi, ada 4, yaitu
citta (kesadaran), cetasika (faktor batin),
rupa (materi), dan Nibbana
-
Pannatti Dhamma = sebutan, konsep, untuk dijadikan
panggilan atau sebutan sesuai dengan keinginan manusia.
Paramattha Dhamma terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu
Sankhata Dhamma dan Asankhata Dhamma.
-
Sankhata Dhamma, berarti keadaan yang bersyarat, yaitu:
-
Tertampak dilahirkan / timbulnya (uppado pannayati)
-
Tertampak padamnya (vayo pannayati)
-
Selama masih ada, tertampak perubahan-perubahannya (thitassa
annathattan pannayati)
-
Asankhata Dhamma, berarti sesuatu yang tidak bersyarat,
yaitu:
-
Tidak dilahirkan (na uppado pannayati)
-
Tidak termusnah (na vayo pannayati)
-
Ada dan tidak berubah (na thitassa annathattan
pannayati)
Nibbana disebut Asankhata Dhamma.
Di dalam Anguttara Nikaya Tikanipata 20/266, disebutkan
tentang sifat Dhamma, atau Dhammaguna. Ada enam Dhammaguna,
yaitu:
-
Svakkhato Bhagavata Dhammo Dhamma
Ajaran Sang Bhagava telah sempurna dibabarkan.
-
Sanditthiko
Berada sangat dekat (kesunyataan yang dapat dilihat dan
dilaksanakan dengan kekuatan sendiri).
-
Akaliko
Tak ada jeda waktu atau tak lapuk oleh waktu
-
Ehipassiko
Mengundang untuk dibuktikan
-
Opanayiko
Menuntun ke dalam batin (dapat dipraktikkan)
-
Paccattam veditabbo vinnuhi
Dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing
Untuk dapat mengerti dengan benar mengenai Dhamma tersebut,
maka kita harus melaksanakan dengan tiga tahap, yaitu:
-
Pariyatti Dhamma
Mempelajari Dhamma secara teori, dalam hal ini, yaitu
mempelajari dengan tekun Kitab Suci Tipitaka.
-
Patipatti Dhamma
Melaksanakan (mempraktikkan) Dhamma tersebut di dalam
kehidupan sehari-hari.
-
Pativedha Dhamma Hasil (penembusan), yaitu hasil menganalisa
dan merealisasi kejadian-kejadian hidup melalui meditasi
pandangan terang (vipassana) hingga merealisasi
Kebebasan Mutlak.
Istilah Dhamma di atas, meliputi Sutta Pitaka, Vinaya Pitaka
dan Abhidhamma Pitaka atau Kitab Suci Tipitaka.
Walaupun Sang Buddha yang penuh cinta kasih telah parinibbana,
namun Dhamma yang mulia, yang telah Beliau wariskan seluruhnya
kepada umat manusia, masih ada dalam bentuknya yang murni.
Sekalipun Sang Buddha tidak meninggalkan catatan-catatan
tertulis tentang ajarannya, tetapi para siswa Beliau yang
terkemuka telah merawat ajaran Beliau tersebut dengan jalan
menghafal dan mengajarkannya secara lisan dari generasi ke
generasi.
Segera setelah Sang Buddha wafat, 500 orang Arahat yang
merupakan siswa-siswa terkemuka yang ahli di dalam Dhamma
menyeleneggarakan suatu pesamuan untuk mengulang kembali semua
ajaran Buddha. Yang Mulia Ananda Thera, yang memiliki
kesempatan istimewa untuk mendengarkan semua khotbah Sang
Buddha, membaca ulang Dhamma; sedangkan Yang Mulia Upali Thera
membaca ulang vinaya. Demikianlah Tipitaka dikumpulkan dan
disusun dalam bentuk yang sekarang oleh para Arahat.
Dhamma akan melindungi mereka yang mempraktikkan Dhamma.
Praktik Dhamma akan membawa kebahagiaan. Barang siapa
mengikuti Dhamma, maka tidak akan jatuh ke alam penderitaan.
SANGHA
Sangha berarti pesamuan atau persaudaraan para Bhikkhu. Kata
Sangha pada umumnya ditujukan untuk sekelompok Bhikkhu. Ada 2
jenis Sangha (persaudaraan para Bhikkhu), yaitu:
-
Sammuti Sangha = persaudaraan para Bhikkhu biasa, artinya
yang belum mencapai tingkat-tingkat kesucian.
-
Ariya Sangha = persaudaraan para Bhikkhu suci, artinya yang
telah mencapai tingkat-tingkat kesucian.
Pengertian 'Sangha' di dalam Sangha Ratana ini, berarti
kumpulan para Ariya atau kumpulan para mahluk suci. Di dalam
ajaran Agama Buddha, dikenal adanya mahluk suci, yang disebut
dengan istilah Ariya Puggala. Ariya puggala ini ada 4 tingkat,
yaitu:
-
Sotapanna = orang suci tingkat pertama (sotapatti-phala)
yang terlahir paling banyak tujuh kali lagi.
-
Sakadagami = orang suci tingkat kedua (sakadagami-phala)
yang akan terlahir sekali lagi (di alam nafsu).
-
Anagami = orang suci tingkat ketiga (anagami-phala)
yang tidak akan terlahir lagi (di alam nafsu).
-
Arahat = orang suci tingkat keempat (arahatta-phala)
yang terbebas dari kelahiran dan kematian).
Untuk dapat mencapai tingkat-tingkat kesucian, maka mereka
harus dapat mematahkan 'belenggu' yang mengikat mahluk pada
roda kehidupan. Belenggu ini disebut Samyojana. Ada 10 jenis
belenggu yang harus dipatahkan bertahap sehubungan dengan
pencapaian tingkat-tingkat kesucian, yaitu:
-
Sakkayaditthi = kepercayaan tentang adanya diri /
kepemilikan / atta yang kekal dan terpisah.
-
Vicikiccha = keraguan terhadap Buddha dan ajarannya.
-
Silabbataparamasa = kepercayaan tahyul, bahwa dengan upacara
sembahyang saja, dapat membebaskan manusia dari penderitaan.
-
Kamachanda / kamaraga = hawa nafsu indera
-
Byapada / patigha = kebencian, dendam, itikad jahat.
-
Ruparaga = keinginan untuk hidup di alam yang bermateri
halus.
-
Aruparaga = keinginan untuk hidup di alam tanpa materi.
-
Mana = kesombongan, kecongkakan, ketinggihatian.
-
Uddhacca = kegelisahan, pikiran kacau dan tidak seimbang.
-
Avijja = kegelapan / kebodohan batin.
Mereka yang telah terbebas dari 1 - 3 adalah mahluk suci
tingkat pertama (Sotapanna) yang akan tumimbal lahir
paling banyak tujuh kali lagi.
Mereka, yang disamping telah terbebas dari 1 - 3, dan telah
dapat mengatasi / melemahkan no. 4 dan 5, disebut mahluk suci
tingkat kedua (Sakadagami), yang akan bertumimbal lahir
lagi hanya sekali di alam nafsu.
Mereka yang telah sepenuhnya bebas dari no. 1 - 5, adalah
mahluk suci tingkat ketiga (Anagami), yang tidak akan
tumimbal lahir lagi di alam nafsu).
Mereka yang telah bebas dari kesepuluh belenggu tersebut,
disebut mahluk suci tingkat keempat (Arahat), yang telah
terbebas dari kelahiran dan kematian, yang telah merealisasi
Nibbana (Kebebasan Mutlak).
Selain ditinjau dari 'belenggu' yang mengikat pada roda
kehidupan yang harus dipatahkan, pengertian mahluk suci ini
juga dapat ditinjau dari segi Kekotoran batin (kilesa)-nya,
yang telah berhasil mereka basmi. Ada 10 kilesa yang
harus dibasmi sehubungan dengan pencapaian tingkat-tingkat
kesucian tersebut, yaitu:
-
Lobha = ketamakan
-
Dosa = kebencian
-
Moha = kebodohan batin
-
Mana = kesombongan
-
Ditthi = kekeliruan pandangan
-
Vicikiccha = keraguan (terhadap hukum kebenaran / Dhamma)
-
Thina-Middha = kemalasan dan kelambanan batin
-
Uddhacca = kegelisahan
-
Ahirika = tidak tahu malu (dalam berbuat jahat)
-
Anottappa = tidak takut (terhadap akibat perbuatan jahat)
Sotapanna, dapat membasmi no. 5 dan 6; Sakadagami, dapat
membasmi nomor 5 dan 6 serta melemahkan kilesa yang lainnya;
Anagami, dapat membasmi nomor 5, 6 dan 2 serta melemahkan
kilesa yang lainnya; Arahatta, dapat membasmi kesepuluh
kekotoran batin tersebut.
Di dalam Anguttara Nikaya, Tikanipata 20/267,
disebutkan tentang sifat-sifat mulia Sangha, yang disebut
Sanghaguna. Ada 9 jenis Sanghaguna, yaitu:
-
Supatipanno
Bertindak / berkelakuan baik
-
Ujupatipanno
Bertindak jujur / lurus
-
Nayapatipanno
Bertindak benar (berjalan di 'jalan' yang benar, yang
mengarah pada perealisasian Nibbana)
-
Samicipatipanno
Bertindak patut, penuh tanggung jawab dalam tindakannya
-
Ahuneyyo
Patut menerima pemberian / persembahan
-
Pahuneyyuo
Patut menerima (diberikan) tempat bernaung
-
Dakkhineyyo
Patut menerima persembahan / dana
-
Anjalikaraniyo
Patut menerima penghormatan (patut dihormati)
-
Anuttaram punnakhettam lokassa
Lapangan (tempat) untuk menanam jasa yang paling luhur, yang
tiada bandingnya di alam semesta.
Dalam Tiratana, yang dimaksud Sangha di sini berarti Ariya
Sangha. Jadi kita berlindung kepada Ariya Sangha. Kita tidak
berlindung kepada Sammuti Sangha; tetapi kita menghormati
Sammuti Sangha karena para beliau ini mengemban amanat Sang
Buddha sebagai penyebar Dhamma yang jalan hidupnya mengarah ke
jalan Dhamma.
Para Bhikkhu Sangha yang selalu kokoh dalam Dhamma-Vinaya
adalah merupakan ladang yang subur juga bagi para umat. Oleh
karena itu para umat diharapkan juga bersedia berkewajiban
menyokong agar para Bhikkhu Sangha kokoh dalam moralitas dan
tindak-tanduknya.
|