Madhyamāgama
16. Kotbah kepada Suku Kālāma
Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha, yang sedang mengembara di wilayah suku Kālāma bersama-sama dengan serombongan besar para bhikkhu, setelah tiba di Kesaputta, berdiam di sebuah hutan kayu keras (simsapa)* di sebelah utara Kesaputta.
Pada waktu itu, orang-orang Kālāma dari Kesaputta mendengar bahwa pertapa Gotama, seorang putra Sakya, yang telah meninggalkan keduniawian dari suku Sakya untuk berlatih dalam sang jalan, sedang mengembara di wilayah suku Kālāma bersama-sama dengan serombongan besar para bhikkhu dan, setelah tiba di Kesaputta, sedang berdiam di sebuah hutan kayu keras (simsapa) di sebelah utara Kesaputta.
[Mereka juga mendengar bahwa] pertapa Gotama memiliki nama baik yang besar, yang telah menyebar di semua kesepuluh arah:
“Pertapa Gotama adalah seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang yang telah pergi dengan baik, pengenal dunia, yang tiada bandingnya, pelatih mereka yang akan dijinakkan, guru para dewa dan manusia, dan dikenal sebagai Buddha, Yang Beruntung.
“Di dunia ini, dengan para dewa, Māra, Brahmā, para pertapa, dan brahmananya, dari manusia sampai dengan para dewa, beliau telah [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan dirinya sendiri, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya. Dharma yang beliau ajarkan adalah baik pada awalnya, baik pada pertengahannya, dan baik pada akhirnya, dengan makna dan ungkapan yang benar, yang mengungkapkan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian.
“Jika seorang mengunjungi seorang Tathāgata demikian, yang bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, [jika seseorang] memberikan penghormatan kepada beliau dengan penuh hormat dan melayani beliau, maka ia akan dengan cepat mendapatkan pahala yang baik.”
[Mereka berpikir:] “Kita harus pergi bersama-sama untuk menemui pertapa Gotama dan memberikan penghormatan kepada beliau.”
Setelah mengetahui [tentang Sang Buddha], orang-orang Kālāma dari Kesaputta meninggalkan Kesaputta, sanak keluarga berjalan dalam kelompok bersama-sama. Mereka pergi ke utara menuju hutan kayu keras (simsapa) untuk mengunjungi Sang Bhagavā dan memberikan penghormatan kepada beliau. Setelah mendekati Sang Buddha, beberapa orang Kālāma memberikan penghormatan dengan kepala mereka pada kaki Sang Buddha dan duduk pada satu sisi; beberapa bertukar salam sopan santun dengan Sang Buddha dan duduk pada satu sisi; beberapa menyalami Sang Buddha dengan telapak tangan mereka disatukan dan duduk pada satu sisi; beberapa, setelah melihat Sang Buddha dari suatu jarak, duduk berdiam diri.
Ketika setiap orang Kālāma telah duduk dan tenang, Sang Buddha mengajarkan mereka Dharma, menasehati, mendorong, dan menggembirakan mereka. Setelah, dengan tak terhitung cara terampil, mengajarkan mereka Dharma, setelah menasehati, mendorong, dan menggembirakan mereka, beliau tetap berdiam diri.
Kemudian orang-orang Kālāma, setelah diajarkan Dharma oleh Sang Buddha, setelah dinasehati, didorong dan digembirakan, bangkit dari tempat duduk mereka, mengatur pakaian mereka sehingga memperlihatkan satu bahu, menyalami Sang Buddha dengan menempatkan telapak tangan mereka bersama-sama, dan berkata kepada Sang Bhagavā:
“Gotama, beberapa pertapa atau brahmana mendekati [kami] orang-orang Kālāma dan hanya memuji apa yang telah ia sendiri ketahui dan lihat, sementara mencela dan merendahkan apa yang telah diketahui dan dilihat orang lain. Dan kemudian, Gotama, pertapa dan brahmana lain mendekati [kami] orang-orang Kālāma dan hanya memuji apa yang telah ia sendiri ketahui dan lihat, sementara mencela dan merendahkan apa yang telah diketahui dan dilihat orang lain. Gotama, setelah mendengarkan hal ini, kami memiliki keragu-raguan: Manakah dari para pertapa dan brahmana ini yang benar, dan manakah yang salah?”
Sang Bhagavā berkata kepada mereka:
“Orang-orang Kālāma, janganlah ragu! Mengapa? Ketika terdapat keragu-raguan, kebimbangan muncul. Orang-orang Kālāma, kalian sendiri tidak memiliki pengetahuan jernih tentang apakah ada kehidupan berikutnya atau apakah tidak ada kehidupan berikutnya. Orang-orang Kālāma, kalian sendiri juga tidak memiliki pengetahuan jernih tentang perbuatan apakah yang adalah pelanggaran dan perbuatan apakah yang bukan pelanggaran. Orang-orang Kālāma, kalian seharusnya mengetahui bahwa semua perbuatan memiliki tiga sebab, sumber, akar, kondisi penyebab. Apakah tiga hal itu?
“Orang-orang Kālāma, keinginan adalah suatu sebab, sumber, akar, kondisi penyebab bagi perbuatan. Orang-orang Kālāma, kebencian dan kebodohan adalah sebab, sumber, akar, kondisi penyebab bagi perbuatan.
“Orang-orang Kālāma, seseorang yang memiliki keinginan diliputi oleh keinginan; pikiran mereka tidak pernah puas. Seseorang yang demikian mungkin membunuh makhluk-makhluk hidup, atau mengambil apa yang tidak diberikan, atau terlibat dalam perilaku seksual yang salah, atau secara sadar mengatakan kebohongan, atau minum minuman keras.
“Orang-orang Kālāma, seseorang yang memiliki kebencian diliputi oleh kebencian; pikiran mereka tidak pernah puas. Seseorang yang demikian mungkin membunuh makhluk-makhluk hidup, atau mengambil apa yang tidak diberikan, atau terlibat dalam perilaku seksual yang salah, atau secara sadar mengatakan kebohongan, atau minum minuman keras.
“Orang-orang Kālāma, seseorang yang memiliki kebodohan diliputi oleh kebodohan; pikiran mereka tidak pernah puas. Seseorang yang demikian mungkin membunuh makhluk-makhluk hidup, atau mengambil apa yang tidak diberikan, atau terlibat dalam perilaku seksual yang salah, atau secara sadar mengatakan kebohongan, atau minum minuman keras.
“Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari pembunuhan, meninggalkan pembunuhan, membuang pisau dan gada. Ia memiliki rasa malu dan segan, dan pikiran [yang dipenuhi oleh] cinta-kasih dan belas kasih, [dengan mengharapkan] manfaat semua [makhluk], termasuk serangga. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan pembunuhan makhluk-makhluk hidup.
“Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari pengambilan apa yang tidak diberikan, meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan. Ia mengambil [hanya] apa yang diberikan dan bergembira dalam mengambil [hanya] apa yang diberikan. Ia selalu gemar berderma, bergembira dalam kedermawanan, tanpa kekikiran, dan tidak mengharapkan imbalan. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan pengambilan apa yang tidak diberikan.
“Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari aktivitas seksual, meninggalkan aktivitas seksual. Ia dengan tekun berlatih hidup selibat, bersemangat dalam perilaku baik ini, murni, tanpa cacat, setelah meninggalkan keinginan indera, setelah meninggalkan keinginan seksual. Ia memurnikan pikirannya dari aktivitas seksual.
“Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari ucapan salah, meninggalkan ucapan salah. Ia mengatakan kebenaran, bergembira dalam kebenaran, tak tergoyahkan berkembang dalam kebenaran, sepenuhnya dapat dipercaya, dan tidak akan menipu [siapa pun di] dunia. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan ucapan salah.
“Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari ucapan yang bersifat memecah belah dan meninggalkan ucapan yang bersifat memecah belah. Ia tidak terlibat dalam ucapan yang bersifat memecah belah dan tidak menyakiti [hubungan] orang lain. Mendengar sesuatu dari orang ini ia tidak mengatakannya kepada orang itu, untuk menyakiti orang ini; mendengar sesuatu dari orang itu ia tidak mengatakannya kepada orang ini, untuk menyakiti orang itu. Ia berharap menyatukan mereka yang terpecah belah, menyenangi persatuan. Ia tidak termasuk pada golongan mana pun dan tidak menyenangi atau memuji penggolongan. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan ucapan yang bersifat memecah belah.
“Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari dari ucapan kasar, meninggalkan ucapan kasar. Ia telah meninggalkan jenis ucapan yang mengandung kata-kata yang kasar dan tidak sopan dalam nada berbicara, kata-kata yang menyakitkan hati yang menjengkelkan bagi telinga, yang tidak dinikmati atau diinginkan orang-orang, yang menyebabkan orang lain menderita dan kesal, dan yang tidak membawa pada konsentrasi. Ia mengatakan jenis ucapan yang mengandung kata-kata yang murni, damai, lembut, dan bermanfaat, yang menyenangkan bagi telinga dan memasuki pikiran, yang menyenangkan dan diinginkan, yang memberikan orang lain kebahagiaan, kata-kata yang mengandung makna, yang tidak membuat orang lain takut dan yang membantu orang lain mencapai konsentrasi. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan ucapan kasar.
“Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari ucapan omong kosong dan meninggalkan ucapan omong kosong. Ia berkata pada waktu [yang tepat], mengatakan apa yang benar, apa yang adalah Dharma, apa yang bermakna, apa yang menenangkan, menyenangi mengatakan apa yang menenangkan. [Sehubungan dengan] hal [apa pun] ia mengajarkan dengan baik dan menasehati dengan baik, menurut waktu [yang tepat] dan cara yang tepat. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan ucapan omong kosong.
“Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari keserakahan dan meninggalkan keserakahan; pikirannya tidak dipenuhi dengan keirihatian ketika melihat kekayaan dan gaya hidup orang lain, ia tidak menginginkannya, dengan berharap: “Jika saja aku dapat memperoleh hal itu!” Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan keserakahan.
“Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari kebencian dan meninggalkan kebencian; ia memiliki rasa malu dan segan; pikirannya penuh dengan cinta-kasih dan belas kasih demi kesejahteraan semua makhluk, termasuk serangga. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan kebencian.
“Orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar menghindari diri dari pandangan salah dan meninggalkan pandangan salah. Ia memegang pandangan benar, pandangan yang tidak menyimpang. Ia memiliki pandangan ini dan membuat pernyataan ini:
“Terdapat persembahan, terdapat pengorbanan, terdapat mantra-mantra; terdapat perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat, terdapat akibat perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat; terdapat dunia ini dan dunia lain, terdapat ayah dan ibu; terdapat para Manusia Sejati di dunia yang dunia yang menuju pencapaian tertinggi, yang telah pergi dengan baik dan diarahkan dengan baik, yang di dunia ini dan dunia lain telah mengetahui dan merealisasi untuk diri mereka, dan yang berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya.
“Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan pandangan salah.
“Dengan cara ini, orang-orang Kālāma, seorang siswa mulia yang terpelajar mencapai kemurnian perbuatan jasmani, mencapai kemurnian perbuatan ucapan dan perbuatan pikiran. Ia meninggalkan kebencian dan perselisihan, membuang kemalasan dan kelambanan, tanpa kegelisahan atau keangkuhan, dan memotong keragu-raguan; ia melampaui kesombongan, memiliki perhatian dan kewaspadaan penuh, dan tanpa kebingungan.
“Dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta-kasih, ia berdiam meliputi satu arah, seperti juga arah kedua, ketiga, dan keempat, dan juga empat arah di antaranya, atas, dan bawah, semua di sekelilingnya, ke mana pun. Dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta-kasih, bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, ia berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran] yang tak terbatas, mulia, tak terukur dan berkembang dengan baik.
“Hal yang sama dengan belas kasih, kegembiraan empatik, dan keseimbangan, bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, ia berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran] yang tak terbatas, mulia, tak terukur dan berkembang dengan baik.
“Dengan cara ini, orang-orang Kālāma, pikiran seorang siswa mulia yang terpelajar bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, dan ia memperoleh empat kepastian. Apakah empat hal itu?
Ia berpikir:
“[Jika] terdapat dunia ini dan dunia lain, [jika] terdapat akibat perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat, maka menjunjung tinggi dan diberkahi dengan pandangan dan perbuatan benar ini sesuai dengannya, pada saat hancurnya tubuh, setelah kematianku, aku pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang baik, terlahir kembali di alam surga.
“Demikianlah, orang-orang Kālāma, ini adalah kepastian pertama yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan. Lagi, orang-orang Kālāma, [ia berpikir:]
“[Jika] tidak ada dunia ini ataupun dunia lain, [jika] tidak ada akibat perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat, maka dalam hal ini, pada masa kehidupan ini aku tidak dicela oleh orang lain karena kepercayaan ini, tetapi dipuji karena memiliki kewaspadaan penuh, sebagai seorang yang tekun dan seorang yang dikatakan memiliki pandangan benar.
“Demikianlah, orang-orang Kālāma, ini adalah kepastian kedua yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan. Lagi, orang-orang Kālāma, [ia berpikir:]
“Apa pun yang telah kulakukan, aku pasti tidak melakukan kejahatan, dan aku tidak mengingat adanya kejahatan. Mengapa? Karena aku tidak melakukan kejahatan, dari mana penderitaan dapat muncul?
“Demikianlah, orang-orang Kālāma, ini adalah kepastian ketiga yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan. Lagi, orang-orang Kālāma, [ia berpikir:]
“Apa pun yang mungkin telah kulakukan, aku tidak melakukan kejahatan, dan aku tidak melanggar [kebiasaan] dunia, demi ketakutan atau tanpa ketakutan; aku selalu memiliki belas kasih dan empati terhadap seluruh dunia. Pikiranku telah bebas dari perselisihan dengan makhluk-makhluk, tidak ternodai, dan bergembira.
“Demikianlah, orang-orang Kālāma, ini adalah kepastian keempat yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan. Ini, orang-orang Kālāma, adalah empat kepastian yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan.”
Orang-orang Kālāma[, dengan mengulangi ajaran itu,] berkata kepada Sang Bhagavā:
“Sesungguhnya, Gotama, pikiran seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan memperoleh empat kepastian. Apakah empat hal itu?
“[Jika] terdapat dunia ini dan dunia lain, [jika] terdapat akibat perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat, maka dengan menjunjung tinggi dan diberkahi dengan pandangan benar ini dan perbuatan yang sesuai dengannya, pada saat hancurnya tubuh, setelah kematianku, aku pasti akan pergi menuju alam kehidupan yang baik, terlahir kembali di alam surga.
“Demikianlah, Gotama, ini adalah kepastian pertama yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan. Lagi, Gotama,
“[Jika] tidak ada dunia ini ataupun dunia lain, [jika] tidak ada akibat perbuatan bermanfaat dan tidak bermanfaat, maka dalam hal ini, pada masa kehidupan ini aku tidak dicela oleh orang lain karena kepercayaan ini, tetapi dipuji karena memiliki kewaspadaan penuh, sebagai seorang yang tekun dan dikatakan memiliki pandangan benar.
“Demikianlah, Gotama, ini adalah kepastian kedua yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan. Lagi, Gotama,
“Apa pun yang telah kulakukan, aku pasti tidak melakukan kejahatan, dan aku tidak mengingat adanya kejahatan. Mengapa? Karena aku tidak melakukan kejahatan, dari mana penderitaan dapat muncul?
“Demikianlah, Gotama, ini adalah kepastian ketiga yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan. Lagi, Gotama,
“Apa pun yang mungki telah kulakukan, aku tidak melakukan kejahatan, dan aku tidak melanggar [kebiasaan] dunia, demi ketakutan atau tanpa ketakutan; aku selalu memiliki belas kasih dan empati terhadap seluruh dunia. Pikiranku telah bebas dari perselisihan dengan makhluk-makhluk, tidak ternodai, dan bergembira.
“Demikianlah, Gotama, ini adalah kepastian keempat yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan. Ini, Gotama, adalah empat kepastian yang diperoleh oleh seorang siswa mulia yang terpelajar yang pikirannya bebas dari belenggu-belenggu dan kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan.
“Gotama, kami telah mengetahuinya! Sang Sugata, kami telah memahaminya! Sang Bhagavā, kami pergi berlindung kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu untuk seumur hidup. Semoga Sang Bhagavā menerima kami sebagai pengikut awam! Sejak hari ini sampai kehidupan berakhir kami pergi berlindung [kepada beliau].”
Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, semua orang Kālāma dan para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.