Madhyamāgama

18. Kotbah kepada Sīha

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Vesāli, di Aula Beratap Segitiga dekat Danau Monyet.

Pada waktu itu, banyak orang Licchavi dari Vesāli telah datang bersama-sama di aula pertemuan, seringkali mengatakan dengan pujian tentang Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu. Pada waktu itu, Menteri Senior Sīha, seorang siswa para Nigaṇṭha, juga berada di dalam perkumpulan itu.

Kemudian Menteri Senior Sīha ingin mengunjungi Sang Buddha dan memberikan penghormatan kepada beliau. Menteri Senior Sīha pertama-tama pergi ke tempat para Nigaṇṭha, dan berkata kepada para Nigaṇṭha: “Para Yang Mulia, aku ingin pergi dan mengunjungi pertapa Gotama.”

Kemudian, para Nigaṇṭha menegur Sīha, dengan berkata:

“Engkau tidak seharusnya berharap mengunjungi pertapa Gotama! Mengapa? Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tanpa-perbuatan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tanpa-perbuatan. Sīha, mengunjungi [seseorang yang menyatakan] suatu ajaran tentang tanpa-perbuatan adalah tidak menguntungkan, dan juga tidak menguntungkan untuk memberikan penghormatan [kepadanya].”

Banyak orang Licchavis dari Vesāli itu datang bersama-sama lagi di aula pertemuan kedua dan ketiga kalinya, seringkali mengatakan dengan pujian tentang Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu; dan kedua dan ketiga kalinya Menteri Senior Sīha, seorang siswa para Nigaṇṭha, berada dalam perkumpulan itu. Kemudian, kedua dan ketiga kalinya, Menteri Senior Sīha memiliki keinginan untuk mengunjungi Sang Buddha dan memberikan penghormatan kepada beliau.

[Pada kesempatan ketiga] Menteri Senior Sīha, tanpa meminta izin dari para Nigaṇṭha, mendekati Sang Buddha. Setelah bertukar salam, ia duduk pada satu sisi dan berkata:

“Aku telah mendengar demikian: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tanpa-perbuatan, dan beliau menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tanpa-perbuatan.” Gotama, jika seseorang berkata demikian: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tanpa-perbuatan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tanpa-perbuatan,” apakah orang itu tidak salah menggambarkan pertapa Gotama? Apakah ia mengatakan apa yang benar? Apakah ia mengatakan apa yang merupakan Dharma? Apakah ia mengatakan Dharma sesuai dengan Dharma? Apakah ia tidak jauh dalam kesalahan dan mendatangkan celaan menurut Dharma?”

Sang Bhagavā menjawab:

“Sīha, jika seseorang berkata demikian: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tanpa-perbuatan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tanpa-perbuatan,” ia tidak salah menggambarkan pertapa Gotama, ia mengatakan apa yang benar, ia mengatakan apa yang merupakan Dharma, ia mengatakan Dharma sesuai dengan Dharma, dan ia tidak jatuh dalam kesalahan atau mendatangkan celaan menurut Dharma.

“Mengapa demikian? Sīha, terdapat suatu cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tanpa-perbuatan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tanpa-perbuatan.”

“Lagi, Sīha, terdapat cara lain di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada perbuatan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang perbuatan.”

“Lagi, Sīha, terdapat cara lain di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada pemusnahan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang pemusnahan.”

“Lagi, Sīha, terdapat cara lain di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada kejijikan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang kejijikan.”

“Lagi, Sīha, terdapat cara lain di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada Dharma dan Vinaya, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang Dharma dan Vinaya.”

“Lagi, Sīha, terdapat cara lain di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada pertapaan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang pertapaan.”

“Lagi, Sīha, terdapat cara lain di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tidak memasuki rahim [untuk terlahir kembali], dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tidak memasuki rahim.”

“Lagi, Sīha, terdapat cara lain di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada pencapaian kedamaian, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang pencapaian kedamaian.”

“Sīha, apakah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tanpa-perbuatan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tanpa-perbuatan”? Sīha, aku menyatakan bahwa perbuatan jasmani yang jahat adalah tidak untuk dilakukan, bahwa perbuatan ucapan dan perbuatan pikiran yang jahat adalah tidak untuk dilakukan.

“Sīha, tak terhitung keadaan tidak bermanfaat dan terkotori dari jenis ini, yang adalah landasan kehidupan mendatang, yang mengakibatkan penderitaan dan kekesalan dan merupakan sebab kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian—aku menyatakan bahwa semua ini adalah tidak untuk dilakukan. Ini, Sīha, adalah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tanpa-perbuatan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tanpa-perbuatan.”

“Sīha, apakah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada perbuatan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang perbuatan”? Sīha, aku menyatakan bahwa perbuatan jasmani yang baik adalah untuk dilakukan, bahwa perbuatan ucapan dan perbuatan pikiran yang baik adalah untuk dilakukan. Sīha, tidak terhitung keadaan bermanfaat dari jenis ini, yang akibatnya dialami sebagai kebahagiaan, sebagai kelahiran kembali di alam kehidupan yang baik, diberkahi dengan masa kehidupan yang panjang—aku menyatakan bahwa semua ini adalah untuk dilakukan. Ini, Sīha, adalah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada perbuatan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang perbuatan.”

“Sīha, apakah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada pemusnahan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang pemusnahan”? Sīha, aku menyatakan bahwa perbuatan jasmani yang jahat adalah untuk dimusnahkan, bahwa perbuatan ucapan dan perbuatan pikiran yang jahat adalah untuk dimusnahkan. Sīha, tidak terhitung keadaan tidak bermanfaat dan terkotori dari jenis ini, yang adalah landasan kehidupan mendatang, yang mengakibatkan penderitaan dan kekesalan dan merupakan sebab kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian—aku menyatakan bahwa semua ini adalah untuk dimusnahkan. Ini, Sīha, adalah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada pemusnahan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang pemusnahan.”

“Sīha, apakah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada kejijikan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang kejijikan”? Sīha, aku menyatakan bahwa perbuatan jasmani yang jahat adalah untuk ditolak dan dianggap menjijikkan, bahwa perbuatan ucapan dan perbuatan pikiran yang jahat adalah untuk ditolak dan dianggap menjijikkan. Sīha, tidak terhitung keadaan tidak bermanfaat dan terkotori dari jenis ini, yang adalah landasan kehidupan mendatang, yang mengakibatkan penderitaan dan kekesalan dan merupakan sebab kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian—aku menyatakan bahwa semua ini adalah untuk ditolak dan dianggap menjijikkan. Ini, Sīha, adalah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada kejijikan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang kejijikan.”

“Sīha, apakah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada Dharma dan Vinaya, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang Dharma dan Vinaya”? Sīha, aku mengajarkan Dharma dan Vinaya demi tujuan meninggalkan keinginan indera, aku menyatakan Dharma dan Vinaya demi tujuan meninggalkan kebencian dan kebodohan. Sīha, tak terhitung keadaan tidak bermanfaat dan terkotori dari jenis ini, yang adalah landasan kehidupan mendatang, yang mengakibatkan penderitaan dan kekesalan dan merupakan sebab kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian—aku mengajarkan Dharma dan Vinaya demi tujuan meninggalkan hal-hal ini. Ini, Sīha, adalah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada Dharma dan Vinaya, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang Dharma dan Vinaya.”

“Sīha, apakah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada pertapaan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang pertapaan”?

“Sīha, terdapat para pertapa dan brahmana, yang pergi telanjang dan tidak berpakaian, yang menggunakan tangan mereka sebagai pakaian [untuk menutupi bagian pribadi mereka], atau menggunakan dedaunan sebagai pakaian, atau menggunakan manik-manik sebagai pakaian; yang tidak akan menggunakan sebuah pot untuk mengambil air, atau tidak akan menggunakan sebuah centong untuk mengambil air; yang tidak akan makan makanan yang diperoleh dengan penipuan, atau dengan secara pribadi mendekati [seorang pemberi], atau dengan mengirimkan seorang pengikut yang berkeyakinan [untuk mendapatkannya], atau [ketika dipanggil demikian:] “Datanglah, yang mulia!”, atau “Sangat bagus, yang mulia!”, atau “Tinggallah, yang mulia!”

“Atau [terdapat mereka] yang, ketika dua orang sedang makan bersama, tidak akan makan dengan mereka; atau yang tidak akan makan makanan dari sebuah rumah di mana terdapat seorang wanita hamil, atau dari sebuah rumah di mana terdapat hewan peliharaan anjing; atau yang tidak akan mengambil makanan dari sebuah rumah di mana lalat beterbangan di sekeliling kotoran; atau yang tidak akan makan ikan, tidak makan daging, tidak minum minuman keras, tidak minum air [yang dianggap sebagai] kejahatan, atau tidak minum sama sekali tetapi berlatih dalam praktek tidak minum; atau yang makan satu suap dan puas dengan satu suap, atau makan dua suap, atau tiga, empat … atau paling banyak tujuh suap dan puas dengan tujuh suap.

“Atau [terdapat mereka] yang makan [hanya dana makanan] yang mereka peroleh pada sebuah [rumah] dan puas dengan apa yang mereka peroleh pada sebuah [rumah], atau pada dua [rumah], atau tiga, empat … atau paling banyak tujuh [rumah] dan puas dengan apa yang mereka peroleh pada tujuh [rumah]; atau yang memakan satu porsi makanan sehari dan puas dengan satu porsi makanan, atau satu porsi makanan dalam dua hari, atau dalam tiga, empat, lima, enam, atau dalam tujuh hari, atau dalam dua minggu, atau yang memakan satu porsi makanan dalam satu bulan dan puas denagn satu porsi makanan [dalam satu bulan].

“Atau [terdapat mereka] yang makan akar-akaran yang dapat dimakan, atau padi liar, atau jawawut atau kulit padi, atau sampah beras, atau makanan kasar; yang pergi ke tempat terasing dan hidup dari [apa yang mereka temukan] dalam keterasingan, atau makan akar-akaran atau makan buah-buahan, atau makan buah-buahan yang jatuh.

“Atau [terdapat mereka] yang berpakaian dalam jubah yang ditambal, atau dalam jubah yang terbuat dari rambut, atau dalam jubah yang terbuat dari bahan kasar, atau dalam jubah yang terbuat dari rambut dan bahan kasar; atau yang memakai kulit yang dilubangi, atau memakai kulit yang dilubangi sepenuhnya; yang membuat rambutnya kusut, atau membuat rambutnya berkepang, atau membuat rambutnya kusut dan berkepang, atau mencukur rambutnya, atau mencukur janggutnya, atau mencukur rambut dan janggutnya, atau mencabut rambutnya, atau mencabut janggutnya, atau mencabut rambut dan janggutnya.

“Atau [terdapat mereka] yang terus-menerus berdiri, dengan menghindari diri dari duduk; atau bergerak dalam posisi jongkok; atau berbaring di atas duri, dengan menggunakan tempat tidur berduri; atau berbaring di atas buah-buahan, dengan menggunakan tempat tidur dari buah-buahan; atau yang memuja air siang dan malam, dengan menyiramkannya dengan tangan mereka; atau yang memuja api, dengan membuatnya terus-menerus membakar.

“Atau [terdapat mereka] yang memuja matahari dan bulan, dengan menghormatinya sebagai dewa yang berkekuatan besar, dan menyambutnya dengan merangkapkan telapak tangan. Dengan cara ini mereka mengalami tak terhitung penderitaan dalam praktek penyiksaan diri. Sīha, terdapat pertapaan demikian; aku tidak menolaknya.

“Tetapi, Sīha, pertapaan demikian adalah perbuatan yang rendah, yang membawa pada penderitaan, membawa pada kesengsaraan, suatu praktek orang duniawi; ini bukanlah jalan mulia. [Sebaliknya,] Sīha, jika terdapat para pertapa dan brahmana yang cara “pertapaan”-nya terdiri atas mengetahui [kekotoran-kekotoran], meninggalkannya, [menyebabkannya] lenyap sepenuhnya, mencabutnya hingga ke akarnya dan memotongnya, sehingga mereka tidak akan pernah muncul lagi, maka aku menyatakan “pertapaan” ini.

“Sīha, karena Sang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan sepenuhnya tercerahkan, cara “pertapaan” yang terdiri dari mengetahui [kekotoran-kekotoran], meninggalkannya, [menyebabkannya] lenyap sepenuhnya, mencabutnya sampai ke akarnya dan memotongnya, sehingga mereka tidak akan pernah muncul lagi. Karena alasan ini aku menjalankan “pertapaan”. Sīha, ini adalah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada pertapaan, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang pertapaan.”

“Lagi, Sīha, apakah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tidak memasuki rahim [untuk terlahir kembali], dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tidak memasuki rahim”?

“Sīha, jika terdapat para pertapa dan brahmana yang [melalui] pengetahuan lebih tinggi meninggalkan kelahiran kembali mendatang di dalam rahim, [menyebabkan kelahiran kembali mendatang] lenyap sepenuhnya, mencabutnya sampai ke akarnya dan memotongnya, sehingga ia tidak akan muncul lagi, aku menyatakan bahwa mereka akan [sesungguhnya] tidak memasuki rahim.

“Sīha, Sang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, [melalui] pengetahuan lebih tinggi meninggalkan kelahiran kembali mendatang di dalam rahim, [menyebabkan kelahiran kembali mendatang] lenyap sepenuhnya, mencabutnya sampai ke akarnya dan memotongnya, sehingga ia tidak akan muncul lagi. Karena alasan ini, aku tidak akan lagi memasuki rahim.

“Sīha, ini adalah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada tidak memasuki rahim, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang tidak memasuki rahim.”

“Lagi, Sīha, apakah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada pencapaian kedamaian, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang pencapaian kedamaian”?

“Sīha, [aku] yang mencapai sepenuhnya puncak kehidupan suci, demi tujuan di mana seorang anggota keluarga mencukur rambut dan janggut, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah berdasarkan keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan.

“Dalam kehidupan ini juga aku telah dengan diri sendiri mencapai pemahaman dan pencerahan, dan aku berdiam setelah dengan diri sendiri mencapai realisasi, aku mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”

“Setelah mencapai kedamaian dengan diriku sendiri, aku membawakan kedamaian kepada para bhikkhu, bhikkhuni, umat awam laki-laki dan umat awam perempuan lainnya. Setelah membawakan kedamaian kepada mereka, aku membawa pembebasan dari kelahiran kepada makhluk-makhluk hidup lainnya yang tunduk pada kelahiran, … tunduk pada usia tua, … tunduk pada penyakit, … tunduk pada kematian … aku membawa pembebasan dari dukacita, kesedihan, dan kekotoran kepada makhluk-mahluk lainnya yang tunduk pada dukacita, kesedihan, dan kekotoran.

“Sīha, ini adalah cara di mana, sesuai dengan Dharma sejati, seseorang tidak akan salah menggambarkan [diriku dalam mengatakan]: “Ajaran pertapa Gotama didasarkan pada pencapaian kedamaian, dan ia menyatakan kepada orang-orang suatu ajaran tentang pencapaian kedamaian.”

Menteri Senior Sīha berkata kepada Sang Bhagavā:

“Gotama, aku telah mengetahuinya! Sang Sugata, aku telah memahaminya! Gotama, seperti halnya ketika seseorang dengan penglihatan yang jernih mengungkapkan apa yang tersembunyi, membuka apa yang tertutup, atau menunjukkan jalan kepada seseorang yang tersesat, atau memberikan pelita dalam kegelapan, sehingga mereka dengan mata dapat melihat bentuk-bentuk. Dengan cara yang sama, pertapa Gotama telah mengajarkanku Dharma menggunakan tak terhitung cara terampil untuk mengungkapkan maknanya dengan berbagai cara.

“Sang Bhagavā, aku sekarang pergi berlindung kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu. Semoga Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang pengikut awam! Sejak hari ini sampai akhir kehidupan aku pergi berlindung [kepada beliau].

“Sang Bhagavā, seperti halnya seseorang yang memelihara kuda yang jelek, dengan berharap memperoleh manfaat darinya, hanya melelahkan dirinya sendiri dan tidak memperoleh manfaat—Sang Bhagavā, aku adalah seperti ini. Para Nigaṇṭha itu tidak memiliki pengetahuan benar; mereka tidak mengetahui bagi diri mereka sendiri. Tidak mengenali ladang subur [ajaran Sang Buddha], dan tidak menyelidiki bagi diriku sendiri, [aku] telah lama menghormati mereka, memberikan persembahan, dan memberikan penghormatan kepada mereka, dengan berharap memperoleh manfaat darinya; tetapi aku hanya menderita sia-sia.

“Sang Bhagavā, untuk kedua kalinya aku sekarang pergi berlindung kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu. Semoga Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang pengikut awam! Sejak hari ini sampai akhir kehidupan aku pergi berlindung [kepada beliau].

“Sang Bhagavā, aku sebelumnya bodoh. Apa pun keyakinan dan penghormatan yang aku lakukan terhadap para Nigaṇṭha hari ini telah dipotong. Mengapa? Karena aku tertipu. Sang Bhagavā, untuk ketiga kalinya, aku sekarang pergi berlindung kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu. Semoga Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang pengikut awam! Sejak hari ini sampai akhir kehidupan aku pergi berlindung [kepada beliau].”

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, Menteri Senior Sīha dan para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.