Madhyamāgama
22. Kotbah tentang Menyempurnakan Aturan Latihan
Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.
Pada waktu itu, Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu:
“Jika seorang bhikkhu sempurna dalam moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan, maka adalah pasti mungkin bahwa ia dapat, pada kehidupan ini, memasuki dan keluar dari konsentrasi lenyapnya persepsi dan perasaan. Jika ia tidak mencapai pengetahuan akhir pada kehidupan ini, maka dengan hancurnya tubuh saat kematian, ia akan melampaui para dewa yang memakan makanan kasar dan terlahir kembali di antara para dewa ciptaan-pikiran. Ketika ia telah terlahir kembali di sana, adalah pasti mungkin bahwa ia dapat memasuki dan keluar dari konsentrasi lenyapnya persepsi dan perasaan.”
Pada waktu itu, Yang Mulia Udāyin juga hadir dalam perkumpulan itu. Yang Mulia Udāyin menanggapi:
“Yang Mulia Sāriputta, jika seorang bhikkhu terlahir kembali di antara para dewa ciptaan-pikiran, adalah pasti tidak mungkin bahwa ia dapat memasuki dan keluar dari konsentrasi lenyapnya persepsi dan perasaan.”
Kedua dan ketiga kalinya Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu:
“Jika seorang bhikkhu sempurna dalam moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan, maka adalah pasti mungkin bahwa ia dapat, pada kehidupan ini, memasuki dan keluar dari konsentrasi lenyapnya persepsi dan perasaan. Jika ia tidak mencapai pengetahuan akhir pada kehidupan ini, maka dengan hancurnya tubuh saat kematian, ia akan melampaui para dewa yang memakan makanan kasar dan terlahir kembali di antara para dewa ciptaan-pikiran. Ketika ia terlahir kembali di sana, adalah pasti mungkin bahwa ia dapat memasuki dan keluar dari konsentrasi lenyapnya persepsi dan perasaan.”
Dan kedua dan ketiga kalinya Yang Mulia Udāyin membantah:
“Yang Mulia Sāriputta, jika seorang bhikkhu terlahir kembali di antara para dewa ciptaan-pikiran, adalah pasti tidak mungkin bahwa ia dapat memasuki dan keluar dari konsentrasi lenyapnya persepsi dan perasaan.”
Kemudian, Yang Mulia Sāriputta berpikir: “Bhikkhu ini telah menentang apa yang aku katakan tiga kali sekarang, dan tidak satu orang bhikkhu pun [dalam perkumpulan ini] menghargai apa yang kukatakan. Mungkin aku seharusnya mendekati Sang Bhagavā.”
Kemudian Yang Mulia Sāriputta mendekati Sang Buddha. Setelah memberikan penghormatan, ia duduk pada satu sisi. Tidak lama setelah Yang Mulia meninggalkan [perkumpulan yang telah diajarkan], Yang Mulia Udāyin dan para bhikkhu lainnya juga mendekati Sang Buddha. Setelah memberikan penghormatan, mereka duduk pada satu sisi.
Dalam situasi itu, Yang Mulia Sāriputta lagi berkata kepada para bhikkhu:
“Jika seorang bhikkhu sempurna dalam moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan, maka adalah pasti mungkin bahwa ia dapat, pada kehidupan ini, memasuki dan keluar dari konsentrasi lenyapnya persepsi dan perasaan. Jika ia tidak mencapai pengetahuan akhir pada kehidupan ini, maka dengan hancurnya tubuh saat kematian, ia akan melampaui para dewa yang memakan makanan kasar dan terlahir kembali di antara para dewa ciptaan-pikiran. Ketika ia terlahir kembali di sana, adalah pasti mungkin bahwa ia dapat memasuki dan keluar dari konsentrasi lenyapnya persepsi dan perasaan.”
[Dan seperti sebelumnya,] Yang Mulia Udāyin membantah:
“Yang Mulia Sāriputta, jika seorang bhikkhu terlahir kembali di antara para dewa ciptaan-pikiran, adalah pasti tidak mungkin bahwa ia dapat memasuki dan keluar dari konsentrasi lenyapnya persepsi dan perasaan.”
Kedua dan ketiga kalinya Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu:
“Jika seorang bhikkhu sempurna dalam moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan, maka adalah pasti mungkin bahwa ia dapat, pada kehidupan ini, memasuki dan keluar dari konsentrasi lenyapnya persepsi dan perasaan. Jika ia tidak mencapai pengetahuan akhir pada kehidupan ini, maka dengan hancurnya tubuh saat kematian, ia akan melampaui para dewa yang memakan makanan kasar dan terlahir kembali di antara para dewa ciptaan-pikiran. Ketika ia terlahir kembali di sana, adalah pasti mungkin bahwa ia dapat memasuki dan keluar dari konsentrasi lenyapnya persepsi dan perasaan.”
Dan kedua dan ketiga kalinya Yang Mulia Udāyin membantah:
“Yang Mulia Sāriputta, jika seorang bhikkhu terlahir kembali di antara para dewa ciptaan-pikiran, adalah pasti tidak mungkin bahwa ia dapat memasuki dan keluar dari konsentrasi lenyapnya persepsi dan perasaan.”
Kemudian Yang Mulia Sāriputta berpikir: “[Bahkan] di hadapan Sang Bhagavā bhikkhu ini telah menentang apa yang kukatakan tiga kali sekarang, dan tidak seorang bhikkhu pun [dalam perkumpulan ini] menghargai apa yang aku katakan. Aku lebih baik tetap berdiam diri.”
Kemudian, Sang Bhagavā bertanya: “Udāyin, apakah engkau akan mengatakan bahwa para dewa ciptaan-pikiran memiliki bentuk?”
Yang Mulia Udāyin menjawab: “Ya, Sang Bhagavā.”
Sang Bhagavā secara langsung menegur Udāyin: “Engkau seorang yang bodoh, buta, tanpa penglihatan. Atas dasar apakah engkau berkomentar pada topik lanjutan dalam Dharma ini?”
Kemudian, Yang Mulia Udāyin, setelah secara langsung ditegur oleh Sang Bhagavā, menjadi sedih dan menderita. Ia menundukkan kepalanya dengan terdiam, tidak dapat menjawab, dan tampak tenggelam dalam pemikiran.
Setelah secara langsung menegur Yang Mulia Udāyin, Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Ānanda:
“Seorang bhikkhu senior yang sangat dihormati dan baik telah [dengan tidak pantas] ditentang. Untuk alasan apakah engkau menunjukkan ketidakhormatan dengan tidak menghalangi? Engkau juga seorang yang bodoh, buta, tanpa cinta-kasih, karena membalikkan badan terhadap seorang senior yang sangat dihormati dan baik.”
Setelah secara langsung menegur Yang Mulia Udāyin dan Yang Mulia Ānanda, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
“Jika seorang bhikkhu sempurna dalam moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan, maka adalah pasti mungkin bahwa ia dapat, pada kehidupan ini, memasuki dan keluar dari konsentrasi lenyapnya persepsi dan perasaan. Jika ia tidak mencapai pengetahuan akhir pada kehidupan ini, maka dengan hancurnya tubuh saat kematian, ia akan melampaui para dewa yang memakan makanan kasar dan terlahir kembali di antara para dewa ciptaan-pikiran. Ketika ia terlahir kembali di sana, adalah pasti mungkin bahwa ia dapat memasuki dan keluar dari konsentrasi lenyapnya persepsi dan perasaan.”
Setelah mengatakan hal ini, Sang Buddha memasuki gubuk meditasinya untuk bermeditasi dalam keheningan. Pada waktu itu, Yang Mulia Baijing sedang berada dalam perkumpulan itu. Yang Mulia Ānanda berkata kepada Yang Mulia Baijing:
“Aku telah ditegur atas sesuatu yang dilakukan orang lain. Yang Mulia Baijing, Sang Bhagavā pasti akan keluar dari gubuk meditasinya pada sore hari. Beliau akan duduk pada tempat duduk yang disediakan di hadapan perkumpulan para bhikkhu dan membahas hal ini! Aku sangat malu dan merasa malu di hadapan Sang Bhagavā dan teman-teman kita dalam kehidupan suci.”
Kemudian, pada sore hari Sang Bhagavā keluar dari gubuk meditasinya. Beliau duduk pada tempat duduk yang disediakan di hadapan perkumpulan para bhikkhu. Beliau bertanya: “Baijing, karena memiliki berapa banyak kualitas seorang bhikkhu senior dihargai dan dihormati oleh teman-temannya dalam kehidupan suci?”
Yang Mulia Baijing menjawab:
“Sang Bhagavā, seorang bhikkhu senior dihargai dan dihormati oleh teman-temannya dalam kehidupan suci jika ia memiliki lima kualitas.
“Apakah lima hal itu? Sang Bhagavā, seorang bhikkhu senior menjalankan pelatihan dalam aturan latihan, menjaga [terhadap pelanggaran] aturan-aturan, dan dengan terampil mengendalikan tingkah lakunya sesuai dengan perilaku yang benar. Ia berlatih aturan latihan dengan cara ini, dengan melihat bahaya bahkan dalam pelanggaran kecil dan takut terhadapnya. Sang Bhagavā, seorang bhikkhu senior yang secara moralitas terkendali dan sangat dihormati demikian dihargai dan dihormati oleh teman-temannya dalam kehidupan suci.
“Lagi, Sang Bhagavā, seorang bhikkhu senior mempelajari banyak hal dan banyak belajar, dengan menguasainya dan tidak melupakannya, mengumpulkan banyak pembelajaran dari apa yang disebut Dharma, yang baik pada awalnya, baik pada pertengahannya, dan baik pada akhirnya, yang memiliki makna dan ungkapan [yang benar], diberkahi dengan kemurnian, dan menyatakan kehidupan suci.
“Dengan cara ini ia mempelajari banyak hal dan banyak belajar sehubungan dengan semua ajaran, dengan membiasakan diri dengannya bahkan seribu kali, dalam batin mempertimbangkan dan merenungkannya dengan pengetahuan, penglihatan, dan penembusan mendalam. Sang Bhagavā, seorang bhikkhu senior yang terpelajar dan sangat dihormati demikian dihargai dan dihormati oleh teman-temannya dalam kehidupan suci.
“Lagi, Sang Bhagavā, seorang bhikkhu senior mencapai empat keadaan pikiran yang lebih tinggi, keadaan yang membahagiakan pada masa kehidupan ini; ia mencapainya dengan mudah, tanpa kesulitan. Sang Bhagavā, seorang bhikkhu senior yang meditatif demikian dihargai dan dihormati oleh teman-temannya dalam kehidupan suci.
“Lagi, Sang Bhagavā, seorang bhikkhu senior mengembangkan pemahaman dan kebijaksanaan, mencapai pemahaman sehubungan dengan muncul dan lenyapnya fenomena, mencapai pengetahuan mulia yang menembus dan pemahaman yang membedakan mengenai pelenyapan sejati penderitaan.
“Sang Bhagavā, seorang bhikkhu senior yang bijaksana demikian dihargai dan dihormati oleh teman-temannya dalam kehidupan suci.
“Lagi, Sang Bhagavā, seorang bhikkhu senior telah menghancurkan semua noda, bebas dari semua belenggu, [telah mencapai] pembebasan pikiran dan pembebasan melalui kebijaksanaan, pada kehidupan itu juga, dengan diri sendiri mencapai pemahaman dan pencerahan, dan berdiam setelah dengan diri sendiri mencapai realisasi. Ia mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”
“Sang Bhagavā, seorang bhikkhu senior yang bebas dari noda demikian dihargai dan dihormati oleh teman-temannya dalam kehidupan suci. Sang Bhagavā, jika seorang bhikkhu senior sempurna dalam lima kualitas ini, ia dihargai dan dihormati oleh teman-temannya dalam kehidupan suci.”
Sang Bhagavā bertanya:
“Baijing, jika seorang bhikkhu senior tidak memiliki lima kualitas, karena alasan [lain] apakah ia seharusnya dihargai dan dihormati oleh teman-temannya dalam kehidupan suci?”
Yang Mulia Baijing menjawab:
“Sang Bhagavā, jika seorang bhikkhu senior tidak memiliki lima kualitas ini, tidak ada alasan lain di mana ia seharusnya dihargai dan dihormati oleh teman-temannya dalam kehidupan suci. Hanya karena usianya yang lanjut, rambut yang beruban, gigi yang rontok, kesehatan yang memburuk, punggung yang bungkuk, langkah [kaki] yang goyah, tubuh yang kelebihan berat, napas yang pendek, bergantung pada tongkat untuk berjalan, daging yang menyusut, kulit yang mengendur, kulit keriput seperti berbintik-bintik, indera-indera yang merosot, dan kulit yang tidak enak dilihat, teman-temannya dalam kehidupan suci masih dapat menghargai dan menghormatinya.”
Sang Bhagavā berkata:
“Tentu saja demikian! Jika seorang bhikkhu senior tidak memiliki lima kualitas, tidak ada alasan lain di mana ia seharusnya dihargai dan dihormati oleh teman-temannya dalam kehidupan suci. Hanya karena usianya yang lanjut, rambut yang beruban, gigi yang rontok, kesehatan yang memburuk, punggung yang bungkuk, langkah [kaki] yang goyah, tubuh yang kelebihan berat, napas yang pendek, bergantung pada tongkat untuk berjalan, daging yang menyusut, kulit yang mengendur, kulit keriput seperti berbintik-bintik, indera-indera yang merosot, dan kulit yang tidak enak dilihat, teman-temannya dalam kehidupan suci masih dapat menghargai dan menghormatinya.
“Baijing, bhikkhu Sāriputta telah mencapai lima kualitas ini, sehingga kalian semua seharusnya menghargai dan menghormatinya.
“Mengapa? Baijing, bhikkhu Sāriputta menjalankan pelatihan dalam aturan latihan, menjaga [terhadap pelanggaran] aturan-aturan, dan dengan terampil mengendalikan tingkah lakunya sesuai dengan perilaku yang benar. Ia berlatih dalam aturan latihan dengan cara ini, dengan melihat bahaya besar dalam bahkan pelanggaran kecil dan takut terhadapnya.
“Lebih lanjut, Baijing, bhikkhu Sāriputta telah mempelajari banyak hal dan banyak belajar, menguasainya dan tidak melupakannya, mengumpulkan banyak pembelajaran dari apa yang disebut Dharma, yang baik pada awalnya, baik pada pertengahannya, dan baik pada akhirnya, yang memiliki makna dan ungkapan [yang benar], diberkahi dengan kemurnian, dan menyatakan kehidupan suci.
“Dengan cara ini ia telah mempelajari banyak hal dan banyak belajar sehubungan dengan semua ajaran, dengan membiasakan diri dengannya bahkan seribu kali, dalam batin mempertimbangkan dan merenungkannya dengan pengetahuan, penglihatan, dan penembusan mendalam.
“Lebih lanjut, Baijing, bhikkhu Sāriputta telah mencapai empat keadaan pikiran yang lebih tinggi, kediaman yang membahagiakan pada masa kehidupannya, ia mencapainya dengan mudah, tanpa kesulitan.
“Lebih lanjut, Baijing, bhikkhu Sāriputta telah mengembangkan pemahaman dan kebijaksanaan, telah mencapai pemahaman sehubungan dengan muncul dan lenyapnya fenomena, telah mencapai pengetahuan mulia yang menembus dan pemahaman yang membedakan mengenai pelenyapan sejati penderitaan.
“Lebih lanjut, Baijing, bhikkhu Sāriputta telah menghancurkan semua noda. Bebas dari semua belenggu, [ia telah mencapai] pembebasan pikiran dan pembebasan melalui kebijaksanaan, pada kehidupan ini juga, ia telah dengan diri sendiri mencapai pemahaman dan pencerahan, dan berdiam setelah dengan diri sendiri mencapai realisasi. Ia mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”
“Baijing, bhikkhu Sāriputta telah mencapai lima kualitas ini, sehingga kalian semua seharusnya menghargai dan menghormatinya.”
Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, Yang Mulia Baijing dan para bhikkhu lainnya bergembira dan mengingatnya dengan baik.