Madhyamāgama

30. Kotbah dengan Perumpamaan Jejak Kaki Gajah

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu, Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu:

“Teman-teman yang mulia, apa pun tak terhitung keadaan bermanfaat semuanya dapat dimasukkan di bawah empat kebenaran mulia; mereka semua termasuk dalam empat kebenaran mulia; empat kebenaran mulia dinyatakan sebagai yang terkemuka di antara semua ajaran. Mengapa? Karena mereka mencakup semua keadaan bermanfaat.

“Teman-teman yang mulia, seperti halnya jejak kaki gajah adalah yang terkemuka di antara jejak kaki semua binatang, karena ia adalah yang terbesar, terluas. Demikian juga, teman-teman yang mulia, tak terhitung keadaan bermanfaat semuanya dimasukkan di bawah empat kebenaran mulia; mereka semua termasuk dalam empat kebenaran mulia; empat kebenaran mulia dinyatakan sebagai yang terkemuka di antara semua ajaran.

“Apakah empat hal itu? Mereka adalah: kebenaran mulia tentang penderitaan, [kebenaran mulia tentang] munculnya penderitaan, [kebenaran mulia tentang] lenyapnya penderitaan, dan kebenaran mulia tentang jalan [menuju] lenyapnya penderitaan. Apakah, teman-teman yang mulia, kebenaran mulia tentang penderitaan? Adalah hal ini: kelahiran adalah penderitaan, usia tua adalah penderitaan, penyakit adalah penderitaan, kematian adalah penderitaan, bertemu dengan apa yang tidak disukai adalah penderitaan, berpisah dengan apa yang dicintai adalah penderitaan, tidak dapat memperoleh apa yang diinginkan adalah penderitaan; secara singkat, lima kelompok unsur kehidupan yang dipengaruhi oleh kemelekatan adalah penderitaan.

“Apakah, teman-teman yang mulia, lima kelompok unsur kehidupan yang dipengaruhi oleh kemelekatan, [yang adalah] penderitaan? Mereka adalah kelompok bentuk yang dipengaruhi oleh kemelekatan; [kelompok] perasaan [yang dipengaruhi kemelekatan]; [kelompok] persepsi [yang dipengaruhi oleh kemelekatan]; [kelompok] bentukan [yang dipengaruhi oleh kemelekatan]; dan [kelompok] kesadaran [yang dipengaruhi oleh kemelekatan].

“Apakah, teman-teman yang mulia, kelompok bentuk yang dipengaruhi oleh kemelekatan? Ini adalah apa pun yang bersifat fisik, empat unsur besar dan apa pun yang diturunkan dari empat unsur besar.

“Apakah, teman-teman yang mulia, empat unsur besar? Mereka adalah unsur tanah, [unsur] air, [unsur] api, dan [unsur] udara. Apakah, teman-teman yang mulia, unsur tanah? Terdapat, teman-teman yang mulia, dua jenis unsur tanah: terdapat unsur tanah internal dan unsur tanah eksternal.

“Apakah, teman-teman yang mulia, unsur tanah internal? Apa pun yang secara internal, yang berada di dalam tubuh, yang padat dan keras, apa pun yang secara internal dilekati. Dan apakah itu? Ini adalah: rambut kepala, rambut tubuh, kuku, gigi, kulit kasar dan halus, daging, urat, tulang, jantung, ginjal, hati, paru-paru, limpa, usus, perut, kotoran, atau apa pun yang ada dalam tubuh ini, yang ditemukan di dalamnya, yang padat, keras, dan secara internal dilekati. Teman-teman yang mulia, ini disebut unsur tanah internal.

“Teman-teman yang mulia, sehubungan unsur tanah eksternal—bagaimana pun besarnya, bagaimana pun murninya, bagaimana pun tidak tercelanya—[tetapi], teman-teman yang mulia, pada waktunya terdapat suatu banjir, dan kemudian unsur tanah eksternal lenyap.

“Teman-teman yang mulia, unsur tanah eksternal ini—bagaimana pun besarnya, bagaimana pun murninya, bagaimana pun tidak tercelanya—adalah tidak kekal sifatnya, bersifat akan lenyap, bersifat melapuk, berubah. Apalagi tubuh berumur pendek yang dilekati dengan ketagihan ini! [Tetapi] orang duniawi yang terdelusi, tidak terpelajar berpikir: “Ini adalah aku”, “ini adalah milikku”, “aku milik ini”. [Sebaliknya,] seorang siswa mulia yang terpelajar tidak berpikir: “Ini adalah aku”, “ini adalah milikku”, “aku milik ini”. Bagaimana mungkin ia memiliki pemikiran demikian? Jika orang-orang mengutuknya, memukulnya, dan menjadi marah terhadapnya, ia berpikir: “Kesakitan yang kualami ini lahir dari sebab dan kondisi; ia bukan tanpa sebab dan kondisi. Apakah kondisinya? Ia bergantung pada kontak [yang dialami sebagai] menyakitkan.”

“Ia merenungkan kontak ini sebagai tidak kekal; dan ia merenungkan perasaan, persepsi, bentukan, dan kesadaran sebagai tidak kekal. Melalui [perenungan terhadap] unsur-unsur, pikirannya tetap tenang, terpusat, terkonsentrasi, dan tidak terganggu. Jika, pada kesempatan lain, orang lain datang dan memanggilnya dengan ungkapan yang ramah dan kata-kata yang lembut, ia berpikir:

“Kenikmatan yang kurasakan ini lahir dari sebab dan kondisi, ini bukan tanpa sebab dan kondisi. Apakah kondisinya? Ia bergantung pada kontak [yang dialami sebagai] menyenangkan.

“Ia merenungkan kontak ini sebagai tidak kekal, dan ia merenungkan perasaan, persepsi, bentukan, dan kesadaran sebagai tidak kekal. Melalui [perenungan terhadap] unsur-unsur, pikirannya tetap tenang, terpusat, terkonsentrasi, dan tidak terganggu. Jika, pada kesempatan lain, beberapa orang, muda, berusia pertengahan, atau tua, datang dan menundukkannya dengan berbagai tindakan yang tidak menyenangkan—mungkin memukulinya, melemparinya batu, atau melukainya dengan pisau atau gada—maka ia berpikir:

“Tubuh yang kulekati ini berasal dari bahan materi yang kasar, diturunkan dari empat unsur, lahir dari ayah dan ibu, dipelihara oleh makanan dan minuman, selalu membutuhkan untuk dipakaikan [pakaian], perlu duduk atau berbaring, dipijat dan dimandikan, dan menahan hal-hal terburuk. [Tubuh ini] tunduk pada kehancuran, kelenyapan, dan pelapukan. Karena tubuh ini aku rentan dipukuli, dilempari batu, dan dilukai dengan pisau atau gada.

“[Dengan berpikir] demikian, [siswa mulia itu] mengerahkan usaha sendiri dengan bersemangat tanpa kemalasan, dengan tubuh tegak dan perhatian penuh, tanpa lupa dan tanpa delusi, pikirannya menjadi terpusat dan terkonsentrasi. Ia berpikir:

“Aku tidak akan lalai. Aku akan mengerahkan usaha sendiri dengan bersemangat tanpa kemalasan, dengan tubuh tegak dan perhatian penuh, tanpa lupa dan tanpa delusi, pikiranku menjadi terpusat dan terkonsentrasi. Tubuh yang kulekati ini, biarpun ia dipukul, dilempari batu, dan dilukai dengan pisau dan gada, tetapi aku akan bersemangat berlatih dalam ajaran Sang Bhagavā.

“Teman-teman yang mulia, Sang Bhagavā telah memberikan ajaran ini: Seumpamanya bahwa para penjahat datang dan memotong-motong tubuh kalian dengan sebuah gergaji tajam. Jika, ketika para penjahat itu memotong-motong tubuh kalian dengan sebuah gergaji tajam, kalian memiliki perubahan dalam keadaan pikiran kalian, atau bahkan mengucapkan kata-kata yang jahat, maka kalian gagal dan mundur [dalam latihan kalian].

“Kalian seharusnya berpikir demikian:

“Jika seorang penjahat datang dan memotong-motong tubuhku dengan sebuah gergaji, tidak akan ada, karena hal itu, perubahan apa pun dalam pikiranku, dan aku bahkan tidak akan mengucapkan kata-kata yang jahat. Aku akan membangkitkan belas kasih terhadap orang yang memotong-motong tubuhku.

“Demi kepentingannya aku akan memenuhi pikiranku dengan cinta-kasih dan berdiam [dengan pikiran] meliputi satu arah [dengan cinta-kasih], seperti juga arah kedua, ketiga, dan keempat, dan juga empat arah di antaranya, dan juga atas dan bawah, semua di sekelilingnya, di mana pun. Dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta-kasih, bebas dari belenggu-belenggu atau kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, aku akan berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran yang] tak terbatas, mulia, tak terukur, dan berkembang dengan baik.

“Teman-teman yang mulia, jika bhikkhu itu tidak, melalui [merenungkan] Buddha, Dharma, dan komunitas monastik, berdiam dalam keseimbangan yang bersesuaian dengan apa yang bermanfaat, maka, teman-teman yang mulia, bhikkhu itu seharusnya merasa malu, [dengan berpikir:]

“Sehubungan dengan manfaat, aku adalah tanpa manfaat; sehubungan dengan kualitas baik, aku adalah tanpa kualitas baik; karena aku tidak berdiam dalam keseimbangan yang bersesuaian dengan apa yang bermanfaat melalui [merenungkan] Buddha, Dharma, dan komunitas monastik.

“Teman-teman yang mulia, seperti halnya seorang istri yang baru menikah merasa malu ketika ia melihat mertua atau suaminya, mengetahui bahwa bhikkhu ini adalah seperti ini; ia seharusnya merasa malu, [dengan berpikir:]

“Sehubungan dengan manfaat, aku adalah tanpa manfaat; sehubungan dengan kualitas baik, aku adalah tanpa kualitas baik; karena aku tidak berdiam dalam keseimbangan yang bersesuaian dengan apa yang bermanfaat melalui [merenungkan] Buddha, Dharma, dan komunitas monastik.

“Tetapi jika, sebagai akibat merasa malu, ia [kemudian dapat] berdiam dengan keseimbangan yang bersesuaian dengan apa yang bermanfaat, [dengan berpikir]: “Ini adalah menakjubkan dan damai, yaitu, pelepasan proses kelangsungan, ditinggalkannya ketagihan, kebosanan, dan lenyapnya sepenuhnya tanpa sisa,” kemudian, teman-teman yang mulia, bhikkhu ini disebut telah berlatih sepenuhnya dan sebanyaknya.

“Apakah, teman-teman yang mulia, unsur air? Teman-teman yang mulia, terdapat dua jenis unsur air: terdapat unsur air internal dan unsur air eksternal.

“Apakah, teman-teman yang mulia, unsur air internal? Apa pun yang secara internal, berada di dalam tubuh, bersifat cair, melembabkan, dan secara internal dilekati; yaitu, otak, batang otak, air mata, keringat, ingus, dahak, nanah, darah, lemak, sumsum, ludah, empedu, atau apa pun yang ada secara internal, berada di dalam tubuh, yang bersifat cair, melembangkan, dan secara internal dilekati—ini, teman-teman yang mulia, disebut unsur air internal.

“Teman-teman yang mulia, sehubungan dengan unsur air eksternal—bagaimana pun besarnya, bagaimana pun murninya, bagaimana pun tidak tercelanya—[tetapi], teman-teman yang mulia, pada waktunya terdapat suatu kebakaran besar, dan kemudian unsur air eksternal lenyap.

“Teman-teman yang mulia, unsur air eksternal ini—bagaimana pun besarnya, bagaimana pun murninya, bagaimana pun tidak tercelanya—adalah tidak kekal sifatnya, bersifat akan lenyap, bersifat melapuk, berubah. Apalagi tubuh berumur pendek yang dilekati dengan ketagihan ini!

“[Tetapi] orang duniawi yang terdelusi, tidak terpelajar berpikir: “Ini adalah aku”, “ini adalah milikku”, “aku milik ini.” [Sebaliknya,] seorang siswa mulia yang terpelajar tidak berpikir: “Ini adalah aku”, “ini adalah milikku”, “aku milik ini.” Bagaimana mungkin ia memiliki pemikiran demikian? Jika orang-orang mengutuknya, memukulnya, dan menjadi marah terhadapnya, ia berpikir:

“Kesakitan yang kualami ini lahir dari sebab dan kondisi; ia bukan tanpa sebab dan kondisi. Apakah kondisinya? Ia bergantung pada kontak [yang dialami sebagai] menyakitkan.

“Ia merenungkan kontak ini sebagai tidak kekal; dan ia merenungkan perasaan, persepsi, bentukan, dan kesadaran sebagai tidak kekal. Melalui [perenungan terhadap] unsur-unsur, pikirannya tetap tenang, terpusat, terkonsentrasi, dan tidak terganggu. Jika, pada kesempatan lain, orang lain datang dan memanggilnya dengan ungkapan yang ramah dan kata-kata yang lembut, ia berpikir:

“Kenikmatan yang kualami ini lahir dari sebab dan kondisi, ia bukan tanpa sebab dan kondisi. Apakah kondisinya? Ia bergantung pada kontak [yang dialami sebagai] menyenangkan.

“Ia merenungkan kontak ini sebagai tidak kekal, dan ia merenungkan perasaan, persepsi, bentukan, dan kesadaran sebagai tidak kekal. Melalui [perenungan terhadap] unsur-unsur, pikirannya tetap tenang, terpusat, terkonsentrasi, dan tidak terganggu.

“Jika, pada kesempatan lain, beberapa orang, muda, berusia pertengahan, atau tua, datang dan menundukkannya dengan berbagai tindakan yang tidak menyenangkan—mungkin memukulinya, melemparinya batu, atau melukainya dengan pisau atau gada—maka ia berpikir:

“Tubuh yang kulekati ini berasal dari bahan materi yang kasar, diturunkan dari empat unsur, lahir dari ayah dan ibu, dipelihara oleh makanan dan minuman, selalu membutuhkan untuk dipakaikan [pakaian], perlu duduk atau berbaring, dipijat dan dimandikan, dan menahan hal-hal terburuk. [Tubuh ini] tunduk pada kehancuran, kelenyapan, dan pelapukan. Karena tubuh ini aku rentan dipukuli, dilempari batu, dan dilukai dengan pisau atau gada.

“[Dengan berpikir] demikian, [siswa mulia itu] mengerahkan usaha sendiri dengan bersemangat tanpa kemalasan, dengan tubuh tegak dan perhatian penuh, tanpa lupa dan tanpa delusi, pikirannya menjadi terpusat dan terkonsentrasi. Ia berpikir:

“Aku tidak akan lalai. Aku akan mengerahkan usaha sendiri dengan bersemangat tanpa kemalasan, dengan tubuh tegak dan perhatian penuh, tanpa lupa dan tanpa delusi, pikiranku menjadi terpusat dan terkonsentrasi. Tubuh yang kulekati ini, biarpun ia dipukul, dilempari batu, dan dilukai dengan pisau dan gada, tetapi aku akan bersemangat berlatih dalam ajaran Sang Bhagavā.

“Teman-teman yang mulia, Sang Bhagavā telah memberikan ajaran ini:

“Seumpamanya bahwa para penjahat datang dan memotong-motong tubuh kalian dengan sebuah gergaji tajam. Jika, ketika para penjahat itu memotong-motong tubuh kalian dengan sebuah gergaji tajam, kalian memiliki perubahan dalam keadaan pikiran kalian, atau bahkan mengucapkan kata-kata yang jahat, maka kalian gagal dan mundur [dalam latihan kalian].

“Kalian seharusnya berpikir demikian:

“Jika seorang penjahat datang dan memotong-motong tubuhku dengan sebuah gergaji, tidak akan ada, karena hal itu, perubahan apa pun dalam pikiranku, dan aku bahkan tidak akan mengucapkan kata-kata yang jahat. Aku akan membangkitkan belas kasih terhadap orang yang memotong-motong tubuhku.

“Demi kepentingannya aku akan memenuhi pikiranku dengan cinta-kasih dan berdiam [dengan pikiran] meliputi satu arah [dengan cinta-kasih], seperti juga arah kedua, ketiga, dan keempat, dan juga empat arah di antaranya, dan juga atas dan bawah, semua di sekelilingnya, di mana pun. Dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta-kasih, bebas dari belenggu-belenggu atau kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, aku akan berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran yang] tak terbatas, mulia, tak terukur, dan berkembang dengan baik.

“Teman-teman yang mulia, jika bhikkhu itu tidak, melalui [merenungkan] Buddha, Dharma, dan komunitas monastik, berdiam dalam keseimbangan yang bersesuaian dengan apa yang bermanfaat, maka, teman-teman yang mulia, bhikkhu itu seharusnya merasa malu, [dengan berpikir:]

“Sehubungan dengan manfaat, aku adalah tanpa manfaat; sehubungan dengan kualitas baik, aku adalah tanpa kualitas baik; karena aku tidak berdiam dalam keseimbangan yang bersesuaian dengan apa yang bermanfaat melalui [merenungkan] Buddha, Dharma, dan komunitas monastik.

“Teman-teman yang mulia, seperti halnya seorang istri yang baru menikah merasa malu ketika ia melihat mertua atau suaminya, ketahuilah bahwa bhikkhu ini adalah seperti ini; ia seharusnya merasa malu, [dengan berpikir:]

“Sehubungan dengan manfaat, aku adalah tanpa manfaat; sehubungan dengan kualitas baik, aku adalah tanpa kualitas baik; karena aku tidak berdiam dalam keseimbangan yang bersesuaian dengan apa yang bermanfaat melalui [merenungkan] Buddha, Dharma, dan komunitas monastik.

“Tetapi jika, sebagai akibat merasa malu, ia [kemudian dapat] berdiam dengan keseimbangan yang bersesuaian dengan apa yang bermanfaat, [dengan berpikir]: “Ini adalah menakjubkan dan damai, yaitu, pelepasan proses kelangsungan, ditinggalkannya ketagihan, kebosanan, dan lenyapnya sepenuhnya tanpa sisa,” kemudian, teman-teman yang mulia, bhikkhu ini disebut telah berlatih sepenuhnya dan sebanyaknya.

“Apakah, teman-teman yang mulia, unsur api? Teman-teman yang mulia, terdapat dua jenis unsur api: terdapat unsur api internal dan unsur api eksternal.

“Apakah, teman-teman yang mulia, unsur api internal? Apa pun yang secara internal, berada di dalam tubuh, bersifat berapi-api, menghangatkan, dan secara internal dilekati; yaitu, di mana tubuh dihangatkan, di mana seseorang menderita demam, di mana seseorang menjadi panas dan berkeringat, yang memberikan kekuatan, di mana makan dan minuman dicerna, atau apa pun yang ada secara internal, berada di dalam tubuh, yang bersifat berapi-api, menghangatkan, dan secara interna dilekati—ini, teman-teman yang mulia, disebut unsur api internal.

“Teman-teman yang mulia, sehubungan dengan unsur api eksternal—bagaimana pun besarnya, bagaimana pun murninya, bagaimana pun tidak tercelanya—[tetapi], teman-teman yang mulia, terdapat waktunya ketika unsur api eksternal muncul dan, setelah muncul, membakar desa-desa, kota-kota, hutan-hutan pegunungan, dan hutan belantara; dan setelah membakar ini, ia mencapai jalan atau mencapai air, dan menjadi padam karena tidak adanya bahan bakar. [Tetapi,] teman-teman yang mulia, setelah kebakaran besar demikian, orang-orang mencari untuk membuat api, dengan cara menggosokkan kayu atau bambu, atau dengan memukul-mukulkan batu api.

“Teman-teman yang mulia, unsur api eksternal ini—bagaimana pun besarnya, bagaimana pun murninya, bagaimana pun tidak tercelanya—adalah tidak kekal sifatnya, bersifat akan lenyap, bersifat melapuk, berubah. Apalagi tubuh berumur pendek yang dilekati dengan ketagihan ini!

“[Tetapi] orang duniawi yang terdelusi, tidak terpelajar berpikir: “Ini adalah aku”, “ini adalah milikku”, “aku milik ini.” [Sebaliknya,] seorang siswa mulia yang terpelajar tidak berpikir: “Ini adalah aku”, “ini adalah milikku”, “aku milik ini.” Bagaimana mungkin ia memiliki pemikiran demikian? Jika orang-orang mengutuknya, memukulnya, dan menjadi marah terhadapnya, ia berpikir:

“Kesakitan yang kualami ini lahir dari sebab dan kondisi; ia bukan tanpa sebab dan kondisi. Apakah kondisinya? Ia bergantung pada kontak [yang dialami sebagai] menyakitkan.

“Ia merenungkan kontak ini sebagai tidak kekal; dan ia merenungkan perasaan, persepsi, bentukan, dan kesadaran sebagai tidak kekal. Melalui [perenungan terhadap] unsur-unsur, pikirannya tetap tenang, terpusat, terkonsentrasi, dan tidak terganggu. Jika, pada kesempatan lain, orang lain datang dan memanggilnya dengan ungkapan yang ramah dan kata-kata yang lembut, ia berpikir:

“Kenikmatan yang kualami ini lahir dari sebab dan kondisi, ia bukan tanpa sebab dan kondisi. Apakah kondisinya? Ia bergantung pada kontak [yang dialami sebagai] menyenangkan.

“Ia merenungkan kontak ini sebagai tidak kekal, dan ia merenungkan perasaan, persepsi, bentukan, dan kesadaran sebagai tidak kekal. Melalui [perenungan terhadap] unsur-unsur, pikirannya tetap tenang, terpusat, terkonsentrasi, dan tidak terganggu. Jika, pada kesempatan lain, beberapa orang, muda, berusia pertengahan, atau tua, datang dan menundukkannya dengan berbagai tindakan yang tidak menyenangkan—mungkin memukulinya, melemparinya batu, atau melukainya dengan pisau atau gada—maka ia berpikir:

“Tubuh yang kulekati ini berasal dari bahan materi yang kasar, diturunkan dari empat unsur, lahir dari ayah dan ibu, dipelihara oleh makanan dan minuman, selalu membutuhkan untuk dipakaikan [pakaian], perlu duduk atau berbaring, dipijat dan dimandikan, dan menahan hal-hal terburuk. [Tubuh ini] tunduk pada kehancuran, kelenyapan, dan pelapukan. Karena tubuh ini aku rentan dipukuli, dilempari batu, dan dilukai dengan pisau atau gada.

“[Dengan berpikir] demikian, [siswa mulia itu] mengerahkan usaha sendiri dengan bersemangat tanpa kemalasan, dengan tubuh tegak dan perhatian penuh, tanpa lupa dan tanpa delusi, pikirannya menjadi terpusat dan terkonsentrasi.

“Ia berpikir:

“Aku tidak akan lalai. Aku akan mengerahkan usaha sendiri dengan bersemangat tanpa kemalasan, dengan tubuh tegak dan perhatian penuh, tanpa lupa dan tanpa delusi, pikiranku menjadi terpusat dan terkonsentrasi. Tubuh yang kulekati ini, biarpun ia dipukul, dilempari batu, dan dilukai dengan pisau dan gada, tetapi aku akan bersemangat berlatih dalam ajaran Sang Bhagavā.

“Teman-teman yang mulia, Sang Bhagavā telah memberikan ajaran ini: Seumpamanya bahwa para penjahat datang dan memotong-motong tubuh kalian dengan sebuah gergaji tajam. Jika, ketika para penjahat itu memotong-motong tubuh kalian dengan sebuah gergaji tajam, kalian memiliki perubahan dalam keadaan pikiran kalian, atau bahkan mengucapkan kata-kata yang jahat, maka kalian gagal dan mundur [dalam latihan kalian].

“Kalian seharusnya berpikir demikian:

“Jika seorang penjahat datang dan memotong-motong tubuhku dengan sebuah gergaji, tidak akan ada, karena hal itu, perubahan apa pun dalam pikiranku, dan aku bahkan tidak akan mengucapkan kata-kata yang jahat. Aku akan membangkitkan belas kasih terhadap orang yang memotong-motong tubuhku.

“Demi kepentingannya aku akan memenuhi pikiranku dengan cinta-kasih dan berdiam [dengan pikiran] meliputi satu arah [dengan cinta-kasih], seperti juga arah kedua, ketiga, dan keempat, dan juga empat arah di antaranya, dan juga atas dan bawah, semua di sekelilingnya, di mana pun. Dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta-kasih, bebas dari belenggu-belenggu atau kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, aku akan berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran yang] tak terbatas, mulia, tak terukur, dan berkembang dengan baik.

“Teman-teman yang mulia, jika bhikkhu itu tidak, melalui [merenungkan] Buddha, Dharma, dan komunitas monastik, berdiam dalam keseimbangan yang bersesuaian dengan apa yang bermanfaat, maka, teman-teman yang mulia, bhikkhu itu seharusnya merasa malu, [dengan berpikir:]

“Sehubungan dengan manfaat, aku adalah tanpa manfaat; sehubungan dengan kualitas baik, aku adalah tanpa kualitas baik; karena aku tidak berdiam dalam keseimbangan yang bersesuaian dengan apa yang bermanfaat melalui [merenungkan] Buddha, Dharma, dan komunitas monastik.

“Teman-teman yang mulia, seperti halnya seorang istri yang baru menikah merasa malu ketika ia melihat mertua atau suaminya, ketahuilah bahwa bhikkhu ini adalah seperti ini; ia seharusnya merasa malu, [dengan berpikir:]

“Sehubungan dengan manfaat, aku adalah tanpa manfaat; sehubungan dengan kualitas baik, aku adalah tanpa kualitas baik; karena aku tidak berdiam dalam keseimbangan yang bersesuaian dengan apa yang bermanfaat melalui [merenungkan] Buddha, Dharma, dan komunitas monastik.

“Tetapi jika, sebagai akibat merasa malu, ia [kemudian dapat] berdiam dengan keseimbangan yang bersesuaian dengan apa yang bermanfaat, [dengan berpikir]: “Ini adalah menakjubkan dan damai, yaitu, pelepasan proses kelangsungan, ditinggalkannya ketagihan, kebosanan, dan lenyapnya sepenuhnya tanpa sisa,” kemudian, teman-teman yang mulia, bhikkhu ini disebut telah berlatih sepenuhnya dan sebanyaknya.

“Apakah, teman-teman yang mulia, unsur udara? Teman-teman yang mulia, terdapat dua jenis unsur udara: terdapat unsur udara internal dan unsur udara eksternal.

“Apakah, teman-teman yang mulia, unsur udara internal? Apa pun yang secara internal, berada di dalam tubuh, bersifat berangin, bergerak, dan secara internal dilekati; yaitu, angin yang menuju ke atas, angin yang menuju ke bawah, angin dalam perut, angin yang berpindah, angin yang menarik dan mengerut, angin yang menikam, angin yang mendorong, angin yang bersirkulasi, angin dalam lengan, napas keluar, napas masuk, atau apa pun yang secara internal, berada di dalam tubuh, bersifat berangin, bergerak, dan secara internal dilekati—ini, teman-teman yang mulia, disebut unsur angin internal.

“Teman-teman yang mulia, sehubungan dengan unsur angin eksternal—bagaimana pun besarnya, bagaimana pun murninya, bagaimana pun tidak tercelanya—[tetapi], teman-teman yang mulia, terdapat waktunya ketika unsur udara eksternal muncul dan, setelah muncul, merobohkan rumah-rumah, menumbangkan pepohonan, dan menyebabkan tanah longsor. Ketika ia bertemu dengan gunung atau muka jurang, ia berhenti dan menjadi tenang. [Tetapi,] teman-teman, ketika unsur udara eksternal menjadi tenang, orang-orang mencari untuk membuat angin dengan menggunakan kipas, daun palem, atau kain.

“Teman-teman yang mulia, unsur udara eksternal ini—bagaimana pun besarnya, bagaimana pun murninya, bagaimana pun tidak tercelanya—adalah tidak kekal sifatnya, bersifat akan lenyap, bersifat melapuk, berubah. Apalagi tubuh berumur pendek yang dilekati dengan ketagihan ini!

“[Tetapi] orang duniawi yang terdelusi, tidak terpelajar berpikir: “Ini adalah aku”, “ini adalah milikku”, “aku milik ini.” [Sebaliknya,] seorang siswa mulia yang terpelajar tidak berpikir: “Ini adalah aku”, “ini adalah milikku”, “aku milik ini.” Bagaimana mungkin ia memiliki pemikiran demikian? Jika orang-orang mengutuknya, memukulnya, dan menjadi marah terhadapnya, ia berpikir:

“Kesakitan yang kualami ini lahir dari sebab dan kondisi; ia bukan tanpa sebab dan kondisi. Apakah kondisinya? Ia bergantung pada kontak [yang dialami sebagai] menyakitkan.

“Ia merenungkan kontak ini sebagai tidak kekal; dan ia merenungkan perasaan, persepsi, bentukan, dan kesadaran sebagai tidak kekal. Melalui [perenungan terhadap] unsur-unsur, pikirannya tetap tenang, terpusat, terkonsentrasi, dan tidak terganggu. Jika, pada kesempatan lain, orang lain datang dan memanggilnya dengan ungkapan yang ramah dan kata-kata yang lembut, ia berpikir:

“Kenikmatan yang kualami ini lahir dari sebab dan kondisi, ia bukan tanpa sebab dan kondisi. Apakah kondisinya? Ia bergantung pada kontak [yang dialami sebagai] menyenangkan.

“Ia merenungkan kontak ini sebagai tidak kekal, dan ia merenungkan perasaan, persepsi, bentukan, dan kesadaran sebagai tidak kekal. Melalui [perenungan terhadap] unsur-unsur, pikirannya tetap tenang, terpusat, terkonsentrasi, dan tidak terganggu.

“Jika, pada kesempatan lain, beberapa orang, muda, berusia pertengahan, atau tua, datang dan menundukkannya dengan berbagai tindakan yang tidak menyenangkan—mungkin memukulinya, melemparinya batu, atau melukainya dengan pisau atau gada—maka ia berpikir:

“Tubuh yang kulekati ini berasal dari bahan materi yang kasar, diturunkan dari empat unsur, lahir dari ayah dan ibu, dipelihara oleh makanan dan minuman, selalu membutuhkan untuk dipakaikan [pakaian], perlu duduk atau berbaring, dipijat dan dimandikan, dan menahan hal-hal terburuk. [Tubuh ini] tunduk pada kehancuran, kelenyapan, dan pelapukan. Karena tubuh ini aku rentan dipukuli, dilempari batu, dan dilukai dengan pisau atau gada.

“[Dengan berpikir] demikian, [siswa mulia itu] mengerahkan usaha sendiri dengan bersemangat tanpa kemalasan, dengan tubuh tegak dan perhatian penuh, tanpa lupa dan tanpa delusi, pikirannya menjadi terpusat dan terkonsentrasi.

“Ia berpikir:

“Aku tidak akan lalai. Aku akan mengerahkan usaha sendiri dengan bersemangat tanpa kemalasan, dengan tubuh tegak dan perhatian penuh, tanpa lupa dan tanpa delusi, pikiranku menjadi terpusat dan terkonsentrasi. Tubuh yang kulekati ini, biarpun ia dipukul, dilempari batu, dan dilukai dengan pisau dan gada, tetapi aku akan bersemangat berlatih dalam ajaran Sang Bhagavā.

“Teman-teman yang mulia, Sang Bhagavā telah memberikan ajaran ini: Seumpamanya bahwa para penjahat datang dan memotong-motong tubuh kalian dengan sebuah gergaji tajam. Jika, ketika para penjahat itu memotong-motong tubuh kalian dengan sebuah gergaji tajam, kalian memiliki perubahan dalam keadaan pikiran kalian, atau bahkan mengucapkan kata-kata yang jahat, maka kalian gagal dan mundur [dalam latihan kalian].

“Kalian seharusnya berpikir demikian:

“Jika seorang penjahat datang dan memotong-motong tubuhku dengan sebuah gergaji, tidak akan ada, karena hal itu, perubahan apa pun dalam pikiranku, dan aku bahkan tidak akan mengucapkan kata-kata yang jahat. Aku akan membangkitkan belas kasih terhadap orang yang memotong-motong tubuhku.

“Demi kepentingannya aku akan memenuhi pikiranku dengan cinta-kasih dan berdiam [dengan pikiran] meliputi satu arah [dengan cinta-kasih], seperti juga arah kedua, ketiga, dan keempat, dan juga empat arah di antaranya, atas dan bawah, semua di sekelilingnya, di mana pun. Dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta-kasih, bebas dari belenggu-belenggu atau kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, aku akan berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran yang] tak terbatas, mulia, tak terukur, dan berkembang dengan baik.

“Teman-teman yang mulia, jika bhikkhu itu tidak, melalui [merenungkan] Buddha, Dharma, dan komunitas monastik, berdiam dalam keseimbangan yang bersesuaian dengan apa yang bermanfaat, maka, teman-teman yang mulia, bhikkhu itu seharusnya merasa malu, [dengan berpikir:]

“Sehubungan dengan manfaat, aku adalah tanpa manfaat; sehubungan dengan kualitas baik, aku adalah tanpa kualitas baik; karena aku tidak berdiam dalam keseimbangan yang bersesuaian dengan apa yang bermanfaat melalui [merenungkan] Buddha, Dharma, dan komunitas monastik.

“Teman-teman yang mulia, seperti halnya seorang istri yang baru menikah merasa malu ketika ia melihat mertua atau suaminya, ketahuilah bahwa bhikkhu ini adalah seperti ini; ia seharusnya merasa malu, [dengan berpikir:]

“Sehubungan dengan manfaat, aku adalah tanpa manfaat; sehubungan dengan kualitas baik, aku adalah tanpa kualitas baik; karena aku tidak berdiam dalam keseimbangan yang bersesuaian dengan apa yang bermanfaat melalui [merenungkan] Buddha, Dharma, dan komunitas monastik.

“Tetapi jika, sebagai akibat merasa malu, ia [kemudian dapat] berdiam dengan keseimbangan yang bersesuaian dengan apa yang bermanfaat, [dengan berpikir]: “Ini adalah menakjubkan dan damai, yaitu, pelepasan proses kelangsungan, ditinggalkannya ketagihan, kebosanan, dan lenyapnya sepenuhnya tanpa sisa,” kemudian, teman-teman yang mulia, bhikkhu ini disebut telah berlatih sepenuhnya dan sebanyaknya.

“Teman-teman yang mulia, seperti halnya ketika sebuah ruang ditutupi dengan kayu, tanah liat, dan alang-alang ia disebut sebuah “rumah”, demikian juga, teman-teman yang mulia, dengan tubuh ini: ketahuilah bahwa ketika sebuah ruang ditutupi oleh urat, tulang, kulit, daging, dan darah ia disebut sebuah “tubuh”.

“Teman-teman yang mulia, jika secara internal landasan indera mata tidak utuh, [dan jika] bentuk-bentuk eksternal tidak diterangi oleh cahaya, sehingga tidak ada kesadaran terjadi, maka kesadaran mata tidak muncul.

“Teman-teman yang mulia, [tetapi] jika secara internal landasan indera mata utuh, [dan jika] bentuk-bentuk eksternal diterangi oleh cahaya, sehingga kesadaran terjadi, maka kesadaran mata muncul.

“Teman-teman yang mulia, landasan indera mata internal dan bentuk-bentuk—[yaitu,] bentuk-bentuk eksternal yang dikenali oleh kesadaran mata—termasuk kelompok bentuk materi. Apa pun perasaan [yang demikian] muncul termasuk kelompok perasaan. Apa pun persepsi [yang demikian] muncul termasuk kelompok persepsi. Apa pun bentukan kehendak [yang demikian] muncul termasuk kelompok bentukan kehendak. Apa pun kesadaran [yang demikian] muncul termasuk kelompok kesadaran. Ini adalah bagaimana seseorang merenungkan hubungan kelompok-kelompok unsur kehidupan.

“Teman-teman yang mulia, Sang Bhagavā juga telah memberikan ajaran ini: “Jika seseorang melihat kemunculan bergantungan, ia melihat Dharma; jika seseorang melihat Dharma, ia melihat kemunculan bergantungan.” Mengapa?

“Teman-teman yang mulia, Sang Bhagavā mengajarkan bahwa lima kelompok unsur kehidupan yang dipengaruhi oleh kemelekatan—kelompok bentuk yang dipengaruhi kemelekatan, [kelompok] perasaan [yang dipengaruhi oleh kemelekatan], [kelompok] persepsi [yang dipengaruhi oleh kemelekatan], [kelompok] bentukan [yang dipengaruhi oleh kemelekatan], dan kelompok kesadaran yang dipengaruhi oleh kemelekatan—muncul dari sebab dan kondisi.

“Teman-teman yang mulia, jika secara internal landasan indera telinga…, hidung…, lidah…, tubuh…, pikiran tidak utuh, [dan jika] objek-objek pikiran tidak diterangi oleh cahaya sehingga tidak ada kesadaran terjadi, maka kesadaran pikiran tidak muncul.

“Teman-teman yang mulia, jika secara internal landasan indera pikiran utuh, [dan jika] objek-objek eksternal diterangi oleh cahaya sehingga kesadaran terjadi, maka kesadaran pikiran muncul.

“Teman-teman yang mulia, landasan indera pikiran internal dan objek-objek pikiran—[yaitu,] objek-objek pikiran eksternal yang dikenali oleh kesadaran pikiran—termasuk kelompok bentuk materi. Apa pun perasaan [yang demikian] muncul termasuk kelompok unsur perasaan. Apa pun persepsi [yang demikian] muncul termasuk kelompok persepsi. Apa pun bentukan kehendak [yang demikian] muncul termasuk kelompok bentukan kehendak. Apa pun kesadaran [yang demikian] muncul termasuk kelompok kesadaran. Ini adalah bagaimana seseorang merenungkan hubungan kelompok-kelompok unsur kehidupan.

“Teman-teman yang mulia, Sang Bhagavā juga telah memberikan ajaran ini: “Jika seseorang melihat kemunculan bergantungan, ia melihat Dharma; jika seseorang melihat Dharma, ia melihat kemunculan bergantungan.” Mengapa?

“Teman-teman yang mulia, Sang Bhagavā mengajarkan bahwa lima kelompok unsur kehidupan yang dipengaruhi oleh kemelekatan—kelompok bentuk yang dipengaruhi kemelekatan, [kelompok] perasaan [yang dipengaruhi oleh kemelekatan], [kelompok] persepsi [yang dipengaruhi oleh kemelekatan], [kelompok] bentukan [yang dipengaruhi oleh kemelekatan], dan kelompok kesadaran yang dipengaruhi oleh kemelekatan—muncul dari sebab dan kondisi. [Seseorang yang merenungkan hal ini] menjadi kecewa dengan [perwujudan] masa lampau, masa depan, dan masa sekarang dari lima kelompok unsur kehidupan yang dipengaruhi oleh kemelekatan. Dengan menjadi kecewa, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan ia menjadi terbebaskan. Dengan terbebaskan, ia mengetahui ia terbebaskan, ia mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”

“Teman-teman yang mulia, seorang bhikkhu yang demikian disebut telah berlatih sepenuhnya dan sebanyaknya.”

Ini adalah apa yang dikatakan Yang Mulia Sāriputta. Setelah mendengarkan perkataan Yang Mulia Sāriputta, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.