Madhyamāgama
54. Kotbah tentang [Pencapaian] Kebijaksanaan Lenyapnya [Noda-noda]
Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di antara orang-orang Kuru di kota Kuru [bernama] Kammāsadhamma.
Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
“Dengan pengetahuan dan penglihatan seseorang dapat mencapai lenyapnya noda-noda, bukan tanpa pengetahuan dan tanpa penglihatan. Bagaimanakah seseorang mencapai lenyapnya noda-noda dengan pengetahuan dan penglihatan? Dengan mengetahui dan melihat penderitaan sebagaimana adanya, seseorang mencapai lenyapnya noda-noda. Dengan mengetahui dan melihat, sebagaimana adanya, asal mula penderitaan, akhir penderitaan, dan jalan menuju akhir penderitaan, seseorang mencapai lenyapnya noda-noda.
“Kebijaksanaan lenyapnya [noda-noda] terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah kebijaksanaan lenyapnya [noda-noda] dikondisikan? Jawabannya adalah: kebijaksanaan lenyapnya [noda-noda] dikondisikan oleh pembebasan.
“Pembebasan juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah pembebasan dikondisikan? Jawabannya adalah: pembebasan dikondisikan oleh kebosanan.
“Kebosanan juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah kebosanan dikondisikan? Jawabannya adalah: kebosanan dikondisikan oleh kekecewaan.
“Kekecewaan juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah kekecewaan dikondisikan? Jawabannya adalah: kekecewaan dikondisikan oleh melihat dan mengetahui hal-hal sebagaimana adanya.
“Melihat dan mengetahui hal-hal sebagaimana adanya juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah melihat dan mengetahui hal-hal sebagaimana adanya dikondisikan? Jawabannya adalah: melihat dan mengetahui hal-hal sebagaimana adanya dikondisikan oleh konsentrasi.
“Konsentrasi juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah konsentrasi dikondisikan? Jawabannya adalah: konsentrasi dikondisikan oleh kebahagiaan.
“Kebahagiaan juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah kebahagiaan dikondisikan? Jawabannya adalah: kebahagiaan dikondisikan oleh ketenangan.
“Ketenangan juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah ketenangan dikondisikan? Jawabannya adalah: ketenangan dikondisikan oleh sukacita.
“Sukacita juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah sukacita dikondisikan? Jawabannya adalah: sukacita dikondisikan oleh kegembiraan.
“Kegembiraan juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah kegembiraan dikondisikan? Jawabannya adalah: kegembiraan dikondisikan oleh tanpa penyesalan.
“Tanpa penyesalan juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah tanpa penyesalan dikondisikan? Jawabannya adalah: tanpa penyesalan dikondisikan oleh penjagaan moralitas.
“Penjagaan moralitas juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah penjagaan moralitas dikondisikan? Jawabannya adalah: penjagaan moralitas dikondisikan oleh penjagaan indera-indera.
“Penjagaan indera-indera juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah penjagaan indera-indera dikondisikan? Jawabannya adalah: penjagaan indera-indera dikondisikan oleh perhatian penuh dan kewaspadaan penuh.
“Perhatian penuh dan kewaspadaan penuh juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah perhatian penuh dan kewaspadaan penuh dikondisikan? Jawabannya adalah: perhatian penuh dan kewaspadaan penuh dikondisikan oleh pengamatan seksama.
“Pengamatan seksama juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah pengamatan seksama dikondisikan? Jawabannya adalah: pengamatan seksama dikondisikan oleh keyakinan.
“Keyakinan juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah keyakinan dikondisikan? Jawabannya adalah: keyakinan dikondisikan oleh penerimaan Dharma melalui perenungan.
“Penerimaan Dharma melalui perenungan juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah penerimaan Dharma melalui perenungan dikondisikan? Jawabannya adalah: penerimaan Dharma melalui perenungan dikondisikan oleh pengulangan Dharma.
“Pengulangan Dharma juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah pengulangan Dharma dikondisikan? Jawabannya adalah: pengulangan Dharma dikondisikan oleh menghafalkan Dharma.
“Menghafalkan Dharma juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah menghafalkan Dharma dikondisikan? Jawabannya adalah: menghafalkan Dharma dikondisikan oleh merenungkan maknanya.
“Merenungkan makna Dharma juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah merenungkan makna Dharma dikondisikan? Jawabannya adalah: merenungkan maknanya dikondisikan oleh mendengarkan.
“Mendengarkan juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah mendengarkan dikondisikan? Jawabannya adalah: mendengarkan dikondisikan oleh mendengar Dharma sejati.
“Mendengar Dharma sejati juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah mendengar Dharma sejati dikondisikan? Jawabannya adalah: mendengar Dharma sejati dikondisikan oleh mendekati [seorang guru].
“Mendekati [seorang guru] juga terkondisi; ia bukan tanpa kondisi. Oleh apakah mendekati [seorang guru] dikondisikan? Jawabannya adalah: mendekati [seorang guru] dikondisikan oleh memiliki penghormatan.
“Jika seseorang memiliki penghormatan terhadap teman-teman baik, ia mendengarkan apa yang belum terdengar sebelumnya, dan setelah mendengarkannya, memperoleh manfaat darinya. Jika terdapat teman-teman baik, seseorang tidak memiliki penghormatan terhadapnya, maka ini merusak pada memiliki penghormatan.
“Ketiadaan memiliki penghormatan merusak mendekati [seorang guru]. Ketiadaan mendekati [seorang guru] merusak pada mendengar Dharma sejati. Ketiadaan mendengar Dharma sejati adalah merusak pada mendengarkan. Ketiadaan mendengarkan merusak pada merenungkan makna Dharma. Ketiadaan merenungkan makna Dharma merusak pada menghafalkan Dharma. Ketiadaan menghafalkan Dharma merusak pengulangan Dharma. Ketiadaan pengulangan Dharma merusak penerimaan Dharma melalui perenungan. Ketiadaan penerimaan Dharma melalui perenungan merusak keyakinan. Ketiadaan keyakinan merusak pengamatan seksama. Ketiadaan pengamatan seksama merusak perhatian penuh dan kewaspadaan penuh. Ketiadan perhatian penuh dan kewaspadaan penuh merusak kondisi untuk penjagaan indera-indera, untuk penjagaan moralitas, untuk tanpa penyesalan, untuk mengalami kegembiraan, sukacita, ketenangan, kebahagiaan, konsentrasi, untuk melihat dan mengetahui hal-hal sebagaimana adanya, untuk kekecewaan, kebosanan, dan pembebasan. Dan ketiadaan pembebasan merusak kondisi untuk kebijaksanaan lenyapnya [noda-noda].
“[Namun,] jika seseorang memiliki penghormatan terhadap teman-teman baik, maka ia mendengarkan apa yang tidak terdengar sebelumnya, dan setelah mendengarkannya, memperoleh manfaat darinya. Oleh karena itu, jika seseorang memiliki penghormatan terhadapnya, kondisi memiliki penghormatan muncul. Jika terdapat penghormatan, kondisi untuk mendekati [seorang guru] muncul. Jika terdapat mendekati [seorang guru], kondisi untuk mendengar Dharma sejati muncul. Jika terdapat mendengar Dharma sejati, kondisi untuk mendengarkan muncul. Jika terdapat mendengarkan, kondisi untuk merenungkan makna Dharma muncul. Jika terdapat merenungkan makna Dharma, kondisi untuk menghafalkan Dharma muncul. Jika terdapat menghafalkan Dharma, kondisi untuk pengulangannya muncul. Jika terdapat pengulangan Dharma, kondisi untuk penerimaan Dharma melalui perenungan muncul. Jika terdapat penerimaan Dharma melalui perenungan, kondisi untuk keyakinan muncul. Jika terdapat keyakinan, kondisi untuk pengamatan seksama muncul. Jika terdapat pengamatan seksama, kondisi untuk perhatian penuh dan kewaspadaan penuh muncul. Jika terdapat perhatian penuh dan kewaspadaan penuh, kondisi-kondisi muncul untuk penjagaan indera-indera, untuk penjagaan moralitas, untuk tanpa penyesalan, untuk mengalami kegembiraan, sukacita, ketenangan, kebahagiaan, konsentrasi, untuk melihat dan mengetahui hal-hal sebagaimana adanya, untuk kekecewaan, kebosanan, dan pembebasan. Dan jika terdapat pembebasan, kondisi muncul untuk kebijaksanaan lenyapnya [noda-noda].”
Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.