Madhyamāgama
66. Kotbah tentang Asal Mula
Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Benares, di Taman Rusa, Tempat Para Pertapa.
Pada waktu itu, para bhikkhu sedang duduk bersama di aula pertemuan setelah makan siang karena beberapa urusan kecil dan melakukan diskusi berikut:
“Teman-teman yang mulia, apakah yang kalian katakan? Manakah yang lebih baik bagi seorang umat awam—bahwa seorang bhikkhu, yang menjaga aturan latihan dari Dharma yang mulia dan diberkahi dengan perilaku yang mengesankan seharusnya memasuki rumahnya untuk menerima makanan, atau bahwa ia [seharusnya memperoleh] manfaat materi seratus, seribu, atau sepuluh ribu kali setiap hari?”
Seorang bhikkhu tertentu berkata:
“Teman-teman yang mulia, apakah gunanya manfaat materi seratus, seribu, atau sepuluh ribu kali? Hanya ini yang penting, yaitu bahwa seorang bhikkhu yang menjaga aturan latihan dari Dharma yang mulia dan diberkahi dengan perilaku yang mengesankan seharusnya memasuki rumah umat awam itu untuk menerima makanan, bukan bahwa [ia seharusnya memperoleh] manfaat materi seratus, seribu, atau sepuluh ribu kali setiap hari.”
Pada waktu itu Yang Mulia Anuruddha sedang duduk di antara perkumpulan itu. Kemudian Yang Mulia Anuruddha berkata kepada para bhikkhu:
“Teman-teman yang mulia, apakah gunanya manfaat materi seratus, seribu, atau sepuluh ribu kali, atau [bahkan] lebih dari itu? Hanya ini yang penting, yaitu bahwa seorang bhikkhu yang menjaga aturan latihan dari Dharma yang mulia dan diberkahi dengan perilaku yang mengesankan seharusnya memasuki rumah umat awam itu untuk menerima makanan, bukan [bahwa ia seharusnya memperoleh] manfaat materi seratus, seribu, atau sepuluh ribu kali setiap hari. Mengapa demikian?
“Aku ingat bagaimana, pada masa lampau yang jauh, aku adalah seorang yang miskin di negeri Benares ini. Aku bergantung pada mengumpulkan sedikit-sedikit untuk menghidupi diriku. Pada waktu itu, negeri Benares dilanda oleh kekeringan, musim dingin yang lebih awal, dan hama belalang; sehingga [hasil panen] tidak matang. Orang-orang menderita kelaparan dan dana makanan sulit untuk diperoleh.
“Pada waktu itu, terdapat seorang paccekabuddha bernama Upariṭṭha, yang hidup bergantung pada Benares. Kemudian, ketika malam telah berakhir, saat fajar, paccekabuddha Upariṭṭha mengenakan jubahnya, membawa mangkuknya, dan pergi ke Benares untuk mengumpulkan dana makanan. Pada waktu itu, pada pagi hari, aku pergi keluar Benares untuk mengumpulkan sedikit-sedikit. Teman-teman yang mulia, ketika aku pergi keluar, aku melihat paccekabuddha Upariṭṭha datang. Kemudian paccekabuddha Upariṭṭha, setelah datang membawa mangkuk kosong, pergi keluar [lagi] dengan mangkuk kosong seperti sebelumnya.
“Teman-teman yang mulia, pada waktu itu aku kembali ke Benares dari mengumpulkan sedikit-sedikit, dan melihat paccekabuddha Upariṭṭha pergi keluar lagi. Melihatku, ia berpikir:
“Ketika aku datang saat fajar, aku melihat orang ini pergi keluar; sekarang ketika aku pergi keluar, aku melihat orang ini lagi, datang. Orang ini mungkin belum makan. Biarlah aku sekarang mengikuti orang ini.
“Kemudian paccekabuddha itu mengikutiku seperti sebuah bayangan mengikuti sebuah bentuk. Teman-teman yang mulia, ketika aku telah kembali ke rumah dengan pengumpulanku sedikit-sedikit, aku meletakkan apa yang telah kukumpulkan, dan berbalik. Aku melihat bahwa paccekabuddha Upariṭṭha telah mengikuti seperti sebuah bayangan mengikuti sebuah bentuk. Melihatnya, aku berpikir:
“Ketika aku pergi saat fajar, aku melihat pertapa ini memasuki kota untuk mengumpulkan dana makanan. Sekarang pertapa ini mungkin belum memperoleh makanan apa pun. Biarlah aku tidak makan dan memberikannya kepada pertapa ini!
“Berpikir hal ini, aku memberikan makananku kepada paccekabuddha itu dengan berkata, “Pertapa, anda seharusnya mengetahui bahwa makanan ini adalah bagianku. Semoga anda menerimanya demi belas kasih!”
“Kemudian paccekabuddha itu menjawabku dengan berkata:
“Perumah tangga, kamu seharusnya mengetahui bahwa tahun ini [negeri] dilanda oleh kekeringan, musim dingin yang lebih awal, dan hama belalang, [sehingga] lima hasil panen tidak matang. Orang-orang menderita kelaparan dan dana makanan sulit untuk diperoleh. Masukkan setengah dari [makanan itu] ke dalam mangkukku, dan makanlah setengahnya lagi untuk dirimu sendiri, sehingga [kita] berdua dapat bertahan hidup. Itu akan lebih baik.
“Aku berkata lebih lanjut:
“Pertapa, anda seharusnya mengetahui bahwa di rumahku aku memiliki sebuah panci dan kompor, kayu bakar, padi-padian, dan beras; lebih lanjut, aku tidak memiliki batasan sehubungan dengan kapan aku dapat makan dan minum. Pertapa, demi belas kasih terhadapku, terimalah seluruh makanan itu!
“Maka paccekabuddha itu menerima seluruh makanan itu demi belas kasih.
“Teman-teman yang mulia, karena jasa memberikannya semangkuk penuh makanan, aku terlahir kembali di alam surga tujuh kali, dengan menjadi raja para dewa; dan aku terlahir kembali sebagai manusia tujuh kali, dengan menjadi raja manusia. Teman-teman yang mulia, karena jasa memberikannya semangkuk penuh makanan, aku terlahir di keluarga Sakya yang sangat kaya dan makmur, memiliki berlimpah-limpah semua jenis hewan ternak, tanah, dan manor, tak terbatas harta kekayaan dan diberkahi dengan harta karun berharga.
“Teman-teman yang mulia, karena jasa memberikannya semangkuk penuh makanan, aku melepaskan tahta raja yang seharga ratusan, ribuan, milyaran koin emas, tidak menyebutkan berbagai harta milik lainnya, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. Teman-teman yang mulia, karena jasa memberikannya semangkuk penuh makanan, aku dihormati dan diperlakukan dengan pujian oleh para raja, menteri, brahmana, perumah tangga, dan semua penduduk, dan dihormati dengan penghormatan oleh empat perkumpulan para bhikkhu, bhikkhuni, umat awam pria, dan umat awam wanita.
“Teman-teman yang mulia, karena jasa memberikannya semangkuk penuh makanan, aku terus-menerus diundang oleh orang-orang untuk menerima makanan dan minuman, jubah dan selimut, selimut wol, karpet, tempat tidur dan kasur, syal, obat-obatan, dan semua [yang dibutuhkan untuk] penghidupan, dan tidak pernah gagal menerima undangan.
“Jika aku mengetahui pada waktu itu bahwa pertapa itu adalah seorang Manusia Sejati, bebas dari kemelekatan, maka jasa yang kuperoleh akan berlipat ganda lagi. Aku akan menerima pahala yang besar, manfaat yang paling mengagumkan, yang kecemerlangannya mulia tak terbatas dan besar.”
Kemudian Yang Mulia Anuruddha, seorang Manusia Sejati, bebas dari kemelekatan, yang telah mencapai pembebasan sepenuhnya, mengucapkan syair ini:
Aku ingat bagaimana pada masa lampau aku adalah orang miskin,
Yang bergantung sepenuhnya pada mengumpulkan sedikit-sedikit sebagai penghidupan
Kekurangan makanan, aku mempersembahkannya kepada sang pertapa
Upariṭṭha, yang berkebajikan besar.Karena hal ini, aku terlahir di keluarga Sakya,
Yang diberikan nama Anuruddha.
Mengetahui dengan baik bagaimana bernyanyi dan menari,
Aku bersenang-senang dan terus-menerus menikmati[nya].[Kemudian] aku menemui Sang Bhagavā,
Yang tercerahkan sempurna, [mengajarkan Dharma yang] bagaikan makanan surgawi.
Ketika aku menemui beliau, keyakinan dan kegembiraan muncul dalam diriku,
Dan aku meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih dalam sang jalan.Aku mencapai ingatan terhadap kehidupan lampau,
Mengetahui kelahiran-kelahiran lampauku.
[Aku melihat bahwa] aku [sebelumnya] terlahir di antara para dewa tiga-puluh-tiga,
Berdiam di sana selama tujuh masa [kehidupan].Aku [terlahir] tujuh kali di sini, selain tujuh kali di sana.
[Demikianlah,] aku telah mengalami empat belas kali masa [kehidupan]
Di alam manusia dan di surga,
Tanpa pernah turun ke alam yang buruk.Aku sekarang [juga] mengetahui kematian dan kelahiran
Dari makhluk-makhluk, tempat tujuan mereka ketika mereka meninggal dan terlahir kembali.
Aku mengetahui [keadaan-keadaan] pikiran orang lain, baik atau buruk,
Dan lima jenis kenikmatan orang mulia.[Setelah] mencapai lima jhāna,
[Dengan] terus-menerus menenangkan dan mendamaikan pikiran,
Setelah mencapai padamnya, kediaman yang sempurna,
Aku telah mencapai mata dewa yang dimurnikan.Apa yang dianggap pelatihan dalam sang jalan,
Terasing, setelah meninggalkan kehidupan berumah tangga,
Aku sekarang telah memperoleh manfaatnya,
Dan memasuki alam Buddha.Aku tidak bergembira dalam kematian,
Ataupun aku menginginkan kelahiran.
Ketika waktunya tiba, ketika waktunya tepat,
Dengan perhatian dan kewaspadaan penuh berkembang,Di Hutan Bambu di Vesālī,
Kehidupanku akan berakhir.
Di bawah pohon-pohon bambu di hutan itu,
[Aku akan mencapai] nirvana tanpa sisa.
Pada waktu itu, Sang Bhagavā sedang duduk bermeditasi, dan dengan telinga dewa, yang dimurnikan dan melampaui [pendengaran] manusia, beliau mendengar para bhikkhu, yang duduk bersama di aula pertemuan setelah makan siang, mendiskusikan topik ini.
Setelah mendengarnya, pada sore hari Sang Bhagavā bangkit dari duduk bermeditasi, pergi ke aula pertemuan dan duduk pada kursi yang diatur di hadapan perkumpulan para bhikkhu. Beliau bertanya kepada para bhikkhu, “Karena hal apakah kalian berkumpul di aula pertemuan sekarang?”
Kemudian para bhikkhu menjawab:
“Sang Bhagavā, kami berkumpul di aula pertemuan hari ini karena Yang Mulia Anuruddha sedang mengajarkan Dharma sehubungan dengan kejadian pada masa lampau.”
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu, “Apakah kalian ingin mendengar Sang Tathāgata mengajarkan Dharma sehubungan dengan kejadian pada masa yang akan datang?”
Para bhikkhu menjawab:
“Sang Bhagavā, sekarang adalah kesempatan yang tepat. Sang Sugata, sekarang adalah kesempatan yang tepat. Jika Sang Bhagavā akan mengajarkan para bhikkhu Dharma sehubungan dengan kejadian pada masa yang akan datang, para bhikkhu, yang mendengarnya, akan menerima dan mengingatnya dengan baik.”
Sang Bhagavā berkata, “Dengarkanlah dengan baik, para bhikkhu. Dengarkanlah dengan baik dan perhatikan dengan seksama, dan aku akan menjelaskannya kepada kalian dengan lengkap.”
Kemudian para bhikkhu mendengarkan untuk menerima ajaran. Sang Bhagavā berkata:
“Para bhikkhu, pada masa depan yang jauh masa kehidupan manusia akan menjadi delapan puluh ribu tahun. Ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, [benua] Jambudīpa [ini] akan sangat makmur dan menyenangkan, dengan banyak penduduk; desa-desa dan kota-kota akan berdekatan [bersama] sejauh ayam jantan terbang. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, para wanita akan menikah pada usia lima ratus tahun. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, hanya terdapat masalah-masalah seperti [dilanda] kedinginan atau kepanasan, [harus] buang air besar dan kecil, [memiliki] keinginan [seksual], [harus] makan dan minum, dan usia tua. Tidak akan ada kesengsaraan lainnya. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, akan terdapat seorang raja bernama Saṅkha, seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang ia sukai. Menjadi seorang raja Dharma yang baik, ia akan mencapai tujuh harta karun. Tujuh harta karun itu adalah harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasehat—ini adalah tujuh hal itu. Ia akan memiliki seribu orang putra, dengan penampilan yang gagah, berani, tidak kenal takut, dan dapat menaklukkan orang lain. Ia pasti akan menguasai seluruh dunia, sampai sejauh lautan, tanpa bergantung pada pisau dan gada, hanya dengan mengajarkan Dharma, yang membawa perdamaian dan kebahagiaan. Ia akan memiliki sebuah bendera emas yang besar, dengan megah dihiasi dengan berbagai barang berharga, seribu kaki tingginya ketika ditegakkan, dan enam belas kaki dalam kelilingnya. Ia akan memerintahkannya untuk didirikan; dan setelah ia didirikan, di bawahnya ia akan membuat persembahan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, kalungan bunga, bunga-bunga yang ditaburkan, wewangian, tempat tinggal, kasur, selimut wol, syal, para pelayan, dan pelita, dengan mempersembahkan ini kepada para pertapa dan brahmana, [dan] mereka yang dalam kemiskinan, mereka yang tanpa sanak keluarga, dan para pengemis dari jauh.
“Setelah memberikan persembahan ini, ia akan kemudian mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. [Ia akan melakukannya seperti] para anggota keluarga, yang mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan sampai kehidupan suci yang tiada bandingnya telah dikembangkan. Ia akan, dalam masa kehidupan itu, dengan diri sendiri [mencapai] pemahaman dan pencerahan, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasinya. Ia akan mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”
Pada waktu itu Yang Mulia Ajita sedang duduk di antara perkumpulan itu. Kemudian Yang Mulia Ajita bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu, merangkapkan telapak tangannya [untuk menghormat] kepada Sang Buddha, dan berkata:
“Sang Bhagavā, pada masa depan yang jauh ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, semoga aku menjadi seorang raja bernama Saṅkha, seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang kusukai. Menjadi seorang raja Dharma yang baik, aku akan mencapai tujuh harta karun. Tujuh harta karun itu adalah harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasehat—ini adalah tujuh hal itu. Aku akan memiliki seribu orang putra, dengan penampilan yang gagah, berani, tidak kenal takut, dan dapat menaklukkan orang lain. Aku pasti akan menguasai seluruh dunia, sampai sejauh lautan, tanpa bergantung pada pisau atau gada, hanya dengan mengajarkan Dharma, yang membawa perdamaian dan kebahagiaan. [Aku akan] memiliki sebuah bendera emas yang besar, dengan megah dihiasi dengan berbagai barang berharga, seribu kaki tingginya ketika ditegakkan, dan enam belas kaki dalam kelilingnya. Aku akan memerintahkannya untuk didirikan; dan setelah ia didirikan, di bawahnya aku akan membuat persembahan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, kalungan bunga, bunga-bunga yang ditaburkan, wewangian, tempat tinggal, kasur, selimut wol, syal, para pelayan, dan pelita, dengan mempersembahkan ini kepada para pertapa dan brahmana, [dan] mereka yang dalam kemiskinan, mereka yang tanpa sanak keluarga, dan para pengemis dari jauh. Setelah memberikan persembahan ini, aku akan kemudian mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. [Aku akan melakukannya seperti] para anggota keluarga, yang mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan sampai kehidupan suci yang tiada bandingnya telah dikembangkan. Aku akan, pada kehidupan itu juga, dengan diri sendiri [mencapai] pemahaman dan pencerahan, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasinya. Aku akan mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”
Kemudian Sang Bhagavā menegur Yang Mulia Ajita:
“Engkau orang bodoh, yang menerima untuk meninggal satu kali lagi dan [hanya] kemudian berusaha mengakhirinya! Mengapa demikian? Karena engkau memiliki pikiran:
“Sang Bhagavā, pada masa depan yang jauh ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, aku akan menjadi seorang raja bernama Saṅkha, seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang kusukai. Menjadi seorang raja Dharma yang baik, aku akan mencapai tujuh harta karun. Tujuh harta karun itu adalah harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasehat—ini adalah tujuh hal itu. Aku akan memiliki seribu orang putra, dengan penampilan yang gagah, berani, tidak kenal takut, dan dapat menaklukkan orang lain. Aku pasti akan menguasai seluruh dunia, sampai sejauh lautan, tanpa bergantung pada pisau atau gada, hanya dengan mengajarkan Dharma, yang membawa perdamaian dan kebahagiaan. [Aku akan] memiliki sebuah bendera emas yang besar, dengan megah dihiasi dengan berbagai barang berharga, seribu kaki tingginya ketika ditegakkan, dan enam belas kaki dalam kelilingnya. Aku akan memerintahkannya untuk didirikan; dan setelah ia didirikan, di bawahnya aku akan membuat persembahan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, kalungan bunga, bunga-bunga yang ditaburkan, wewangian, tempat tinggal, kasur, selimut wol, syal, para pelayan, dan pelita, dengan mempersembahkan ini kepada para pertapa dan brahmana, [dan] mereka yang dalam kemiskinan, mereka yang tanpa sanak keluarga, dan para pengemis dari jauh. Setelah memberikan persembahan ini, aku akan kemudian mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. [Aku akan melakukannya seperti] para anggota keluarga, yang mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan sampai kehidupan suci yang tiada bandingnya telah dikembangkan. Aku akan, pada kehidupan itu juga, dengan diri sendiri [mencapai] pemahaman dan pencerahan, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasinya. Aku akan mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”
Sang Bhagavā berkata:
“Ajita, pada masa depan yang jauh ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, engkau akan menjadi seorang raja bernama Saṅkha, seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang engkau sukai. Menjadi seorang raja Dharma yang baik, engkau akan mencapai tujuh harta karun. Tujuh harta karun itu adalah harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasehat—ini adalah tujuh hal itu. Engkau akan memiliki seribu orang putra, dengan penampilan yang gagah, berani, tidak kenal takut, dan dapat menaklukkan orang lain. Engkau pasti akan menguasai seluruh dunia, sampai sejauh lautan, tanpa bergantung pada pisau atau gada, hanya dengan mengajarkan Dharma, yang membawa perdamaian dan kebahagiaan.
“[Engkau] akan memiliki sebuah bendera emas yang besar, dengan megah dihiasi dengan berbagai barang berharga, seribu kaki tingginya ketika ditegakkan, dan enam belas kaki dalam kelilingnya. Engkau akan memerintahkannya untuk didirikan; dan setelah ia didirikan, di bawahnya engkau akan membuat persembahan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, kalungan bunga, bunga-bunga yang ditaburkan, wewangian, tempat tinggal, kasur, selimut wol, syal, para pelayan, dan pelita, dengan mempersembahkan ini kepada para pertapa dan brahmana, [dan] mereka yang dalam kemiskinan, mereka yang tanpa sanak keluarga, dan para pengemis dari jauh.
“Setelah memberikan persembahan ini, engkau akan kemudian mencukur rambut dan janggutmu, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. [Engkau akan melakukannya seperti] para anggota keluarga, yang mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan sampai kehidupan suci yang tiada bandingnya telah dikembangkan. Engkau akan, dalam masa kehidupan ini, dengan diri sendiri [mencapai] pemahaman dan pencerahan, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasinya. Engkau akan mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”
Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu:
“Pada masa depan yang jauh, ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, akan terdapat seorang Buddha bernama Tathāgata Metteyya, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung—seperti halnya aku sekarang telah menjadi seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung.
“Di dunia ini dengan para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, beliau akan [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan dirinya sendiri dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya—seperti halnya, di dunia ini dengan para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, aku telah [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan diriku sendiri, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya.
“Beliau akan mengajarkan Dharma yang mulia pada awalnya, mulia pada pertengahannya, dan juga mulia pada akhirnya, dengan makna dan ungkapan yang benar, yang menyatakan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian—seperti halnya aku sekarang mengajarkan Dharma yang mulia pada awalnya, mulia pada pertengahannya, dan juga mulia pada akhirnya, dengan makna dan ungkapan yang benar, yang menyatakan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian.
“Beliau akan menyebarluaskan kehidupan suci, dengan menyatakannya secara luas kepada tak terhitung perkumpulan dari manusia sampai para dewa—seperti halnya aku sekarang menyebarluaskan kehidupan suci, dengan menyatakannya secara luas kepada tak terhitung perkumpulan dari manusia sampai para dewa. Beliau akan memiliki komunitas dari tak terhitung ratusan dan ribuan bhikkhu—seperti halnya aku sekarang memiliki komunitas dari tak terhitung ratusan dan ribuan bhikkhu.”
Pada waktu itu Yang Mulia Metteyya sedang duduk di antara perkumpulan itu. Kemudian Yang Mulia Metteyya bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu, merangkapkan telapak tangannya [untuk menghormat] kepada Sang Buddha, dan berkata:
“Sang Bhagavā, pada masa depan yang jauh, ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, semoga aku menjadi seorang Buddha bernama Tathāgata Metteyya, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung—seperti halnya Sang Bhagavā sekarang adalah seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung. Di dunia ini dengan para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, aku akan [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan diriku sendiri dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya—seperti halnya, di dunia ini dengan para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, Sang Bhagavā telah [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan dirinya sendiri, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya.
“Aku akan mengajarkan Dharma yang mulia pada awalnya, mulia pada pertengahannya, dan juga mulia pada akhirnya, dengan makna dan ungkapan yang benar, yang menyatakan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian—seperti halnya Sang Bhagavā sekarang mengajarkan Dharma yang mulia pada awalnya, mulia pada pertengahannya, dan juga mulia pada akhirnya, dengan makna dan ungkapan yang benar, yang menyatakan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian.
“Aku akan menyebarluaskan kehidupan suci, dengan menyatakannya secara luas kepada tak terhitung perkumpulan dari manusia sampai para dewa—seperti halnya Sang Bhagavā sekarang menyebarluaskan kehidupan suci, dengan menyatakannya secara luas kepada tak terhitung perkumpulan dari manusia sampai para dewa. Aku akan memiliki komunitas dari tak terhitung ratusan dan ribuan bhikkhu—seperti halnya Sang Bhagavā sekarang memiliki komunitas dari tak terhitung ratusan dan ribuan bhikkhu.”
Kemudian Sang Bhagavā memuji Metteyya, dengan berkata:
“Sangat bagus, sangat bagus, Metteyya! Engkau telah menyatakan keinginan yang menakjubkan, yaitu untuk memimpin perkumpulan besar. Mengapa demikian? Engkau memiliki pikiran ini:
“Sang Bhagavā, pada masa depan yang jauh, ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, semoga aku menjadi seorang Buddha bernama Tathāgata Metteyya, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung—seperti halnya Sang Bhagavā sekarang adalah seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung.
“Di dunia ini dengan para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, aku akan [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan diriku sendiri dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya—seperti halnya, di dunia ini dengan para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, Sang Bhagavā telah [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan dirinya sendiri, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya.
“Aku akan mengajarkan Dharma yang mulia pada awalnya, mulia pada pertengahannya, dan juga mulia pada akhirnya, dengan makna dan ungkapan yang benar, yang menyatakan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian—seperti halnya Sang Bhagavā sekarang mengajarkan Dharma yang mulia pada awalnya, mulia pada pertengahannya, dan juga mulia pada akhirnya, dengan makna dan ungkapan yang benar, yang menyatakan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian.
“Aku akan menyebarluaskan kehidupan suci, dengan menyatakannya secara luas kepada tak terhitung perkumpulan dari manusia sampai para dewa—seperti halnya Sang Bhagavā sekarang menyebarluaskan kehidupan suci, dengan menyatakannya secara luas kepada tak terhitung perkumpulan dari manusia sampai para dewa. Aku akan memiliki komunitas dari tak terhitung ratusan dan ribuan bhikkhu—seperti halnya Sang Bhagavā sekarang memiliki komunitas dari tak terhitung ratusan dan ribuan bhikkhu.”
Sang Buddha juga berkata kepada Metteyya:
“Metteyya, pada masa depan yang jauh, ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, engkau akan menjadi seorang Buddha bernama Tathāgata Metteyya, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung—seperti halnya aku sekarang adalah seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung.
“Di dunia ini dengan para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, engkau akan [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan dirimu sendiri dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya—seperti halnya, di dunia ini dengan para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, aku telah [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan diriku sendiri, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya.
“Engkau akan mengajarkan Dharma yang mulia pada awalnya, mulia pada pertengahannya, dan juga mulia pada akhirnya, dengan makna dan ungkapan yang benar, yang menyatakan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian—seperti halnya aku sekarang mengajarkan Dharma yang mulia pada awalnya, mulia pada pertengahannya, dan juga mulia pada akhirnya, dengan makna dan ungkapan yang benar, yang menyatakan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian.
“Engkau akan menyebarluaskan kehidupan suci, dengan menyatakannya secara luas kepada tak terhitung perkumpulan dari manusia sampai para dewa—seperti halnya aku sekarang menyebarluaskan kehidupan suci, dengan menyatakannya secara luas kepada tak terhitung perkumpulan dari manusia sampai para dewa. Engkau akan memiliki komunitas dari tak terhitung ratusan dan ribuan bhikkhu—seperti halnya aku sekarang memiliki komunitas dari tak terhitung ratusan dan ribuan bhikkhu.”
Pada waktu itu, Yang Mulia Ānanda sedang memegang sebuah kipas dan melayani Sang Buddha. Kemudian Sang Bhagavā berbalik kepadanya dan berkata, “Ānanda, bawakan aku jubah-jubah yang ditenun dengan benang emas. Aku sekarang ingin memberikannya kepada bhikkhu Metteyya.”
Kemudian Yang Mulia Ānanda, mengikuti instruksi Sang Bhagavā, membawakan jubah-jubah yang ditenun dengan benang emas dan memberikannya kepada Sang Bhagavā. Kemudian, setelah menerima dari Yang Mulia Ānanda jubah-jubah yang ditenun dengan benang emas, Sang Bhagavā berkata:
“Metteyya, ambillah jubah-jubah yang ditenun dengan benang emas ini dari Sang Tathāgata dan persembahkan mereka kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu. Mengapa? Metteyya, semua Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, adalah pelindung dunia, yang mencari kesejahteraan, manfaat, kedamaian, dan kebahagiaannya.”
Kemudian Yang Mulia Metteyya, setelah mengambil jubah-jubah dengan benang emas dari Sang Tathāgata, mempersembahkannya kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu.
Pada waktu itu, Māra Si Jahat memiliki pikiran ini:
“Pertapa Gotama, yang sedang berdiam di Benares, di Taman Rusa, Tempat Para Pertapa, sedang mengajarkan para siswanya Dharma demi tujuan masa depan. Biarlah aku pergi dan mengganggu dan membingungkan mereka.”
Kemudian Māra Si Jahat mendekati Sang Buddha. Setelah tiba di sana, ia mengulangi sebuah syair kepada Sang Buddha:
Seseorang pasti akan mencapai
Penampilan yang paling menakjubkan
Dengan memakai kalungan bunga dan kalung giok pada tubuhnya
Dan mutiara yang cemerlang pada lengannya,
Jika ia berdiam di kota Ketumatī,
Di kerajaan Raja Saṅkha.
Setelah itu Sang Bhagavā berpikir: “Māra Si Jahat ini telah datang ke sini, berkeinginan untuk mengganggu dan membingungkan [para siswaku].” Mengetahui [hal ini], Sang Bhagavā mengulangi sebuah syair kepada Māra Si Jahat:
Seseorang pasti akan mencapai [keadaan]
Bebas dari tekanan, bebas dari keragu-raguan dan delusi,
Dengan melenyapkan kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian,
[Mencapai] kebebasan dari noda-noda, menyelesaikan apa yang harus dilakukan,
Jika ia berlatih kehidupan suci
Dalam kerajaan Metteyya.
Kemudian Māra Si Jahat mengulangi lagi sebuah syair:
Seseorang pasti akan memperoleh
Kemashyuran dan keunggulan, pakaian yang luar biasa
[Minyak] cendana yang diusapkan ke tubuh,
Dan tubuh yang halus, tegak, indah, dan langsing,
Jika ia berdiam di kota Ketumatī,
Di kerajaan Raja Saṅkha.
Kemudian, Sang Bhagavā mengulangi lagi sebuah syair:
Seseorang pasti akan mencapai [keadaan]
Tanpa-kepemilikan dan tanpa rumah,
Dengan tidak menyentuh harta karun emas dengan tangannya,
Bebas dari aktivitas, dengan tiada yang ditakuti,
Jika ia berlatih kehidupan suci
Dalam kerajaan Metteyya.
Kemudian Māra Si Jahat mengulangi lagi sebuah syair:
Seseorang pasti akan memperoleh
Kemashyuran, kekayaan, dan makanan dan minuman yang enak.
Mengetahui dengan baik bagaimana bernyanyi dan menari,
[Ia] akan bersenang-senang dan terus-menerus bergembira [di dalamnya].
Jika ia berdiam di kota Ketumatī,
Di kerajaan Raja Saṅkha.
Kemudian, Sang Bhagavā mengulangi lagi sebuah syair:
Ia pasti akan menyeberang menuju pantai lain,
Seperti seekor burung merusak jaring dan meloloskan diri,
Dan mencapai jhāna, berdiam di dalamnya dengan bebas,
Yang memiliki kebahagiaan, selalu bergembira.
Māra, engkau harus mengetahui
Bahwa aku telah mengatasi [dirimu].
Kemudian Raja Māra berpikir: “Sang Bhagavā mengetahui diriku. Sang Sugata telah melihatku.” Cemas, khawatir, merasa dirugikan, dan tidak dapat tetap berada di sana, ia langsung menghilang dari tempat itu.
Ini adalah apakah yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, Metteyya, Ajita, Yang Mulia Ānanda, dan para bhikkhu [lainnya] bergembira dan mengingatnya dengan baik.