Madhyamāgama
25. Kotbah dengan Perumpamaan [yang Berhubungan dengan] Air
Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.
Pada waktu itu, Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu: “Teman-teman yang mulia, aku akan menjelaskan kepada kalian lima cara untuk mengatasi kemarahan. Dengarkanlah dengan seksama, dan perhatikanlah dengan baik.”
Para bhikkhu itu mendengarkan untuk menerima ajaran.
Yang Mulia Sāriputta berkata:
“Apakah lima cara itu? Teman-teman yang mulia, seumpamanya terdapat seseorang yang perbuatan jasmaninya tidak murni, tetapi perbuatan ucapannya murni. Seorang bijaksana yang, ketika melihatnya, memunculkan kemarahan seharusnya membebaskan dirinya sendiri [dari kemarahan itu].
“Lagi, teman-teman yang mulia, seumpamanya terdapat seseorang yang perbuatan ucapannya tidak murni, tetapi perbuatan jasmaninya murni. Seorang bijaksana yang, ketika melihatnya, memunculkan kemarahan seharusnya membebaskan dirinya sendiri darinya.
“Lagi, teman-teman yang mulia, seumpamanya terdapat seseorang yang perbuatan jasmani dan perbuatan ucapannya tidak murni, tetapi perbuatan pikirannya murni untuk sebagian kecil. Seorang bijaksana yang, ketika melihatnya, memunculkan kemarahan seharusnya membebaskan dirinya sendiri darinya.
“Lagi, teman-teman yang mulia, seumpamanya terdapat seseorang yang perbuatan jasmani, ucapan, dan pikirannya semuanya tidak murni. Seorang bijaksana yang, ketika melihatnya, memunculkan kemarahan seharusnya membebaskan dirinya sendiri darinya.
“Lagi, teman-teman yang mulia, seumpamanya terdapat seseorang yang perbuatan jasmani, ucapan, dan pikirannya semuanya murni. Seorang bijaksana yang, ketika melihatnya, memunculkan kemarahan seharusnya membebaskan dirinya sendiri darinya.
“Teman-teman yang mulia, jika terdapat seseorang yang perbuatan jasmaninya tidak murni, tetapi perbuatan ucapannya murni, bagaimanakah seharusnya seorang bijaksana yang, ketika melihatnya, memunculkan kemarahan membebaskan dirinya sendiri [dari kemarahan itu]?
“Teman-teman yang mulia, seumpamanya terdapat seorang bhikkhu penghuni-hutan, seorang pemakai jubah dari kain bekas, yang melihat sepotong kain yang dibuang pada sebuah lubang kotoran, ternoda oleh kotoran, air seni, ingus, ludah, dan kekotoran lainnya; dan ketika melihatnya, ia memegangnya dengan tangan kirinya, dan membentangkannya dengan tangan kanannya; dan di mana pun ia melihat bagian yang tidak ternoda oleh kotoran, air seni, ingus, ludah, atau kekotoran lainnya, dan yang tidak berlubang, ia merobeknya dan menggunakannya [untuk membuat jubah dari kain bekas]. Dengan cara yang sama, teman-teman yang mulia, jika seseorang yang perbuatan jasmaninya tidak murni, tetapi perbuatan ucapannya murni, seseorang tidak seharusnya memperhatikan perbuatan jasmaninya yang tidak murni, tetapi memperhatikan perbuatan ucapannya yang murni. Ini adalah bagaimana seorang bijaksana yang, ketika melihat [seseorang yang demikian], memunculkan kemarahan seharusnya membebaskan dirinya sendiri dari [kemarahan itu].
“Teman-teman yang mulia, jika seseorang yang perbuatan ucapannya tidak murni, tetapi perbuatan jasmaninya murni, bagaimanakah seharusnya seorang bijaksana yang, ketika melihatnya, memunculkan kemarahan membebaskan dirinya sendiri darinya?
“Teman-teman yang mulia, seumpamanya bahwa, tidak jauh dari sebuah desa, terdapat sebuah kolam yang dalam [yang permukaannya] ditutupi oleh tanaman-tanaman air; dan seumpamanya bahwa seseorang datang ke sana, yang diserang oleh panas yang luar biasa, kelaparan, kehausan, dan kelelahan, yang disebabkan oleh angin panas. Ketika tiba di kolam itu, ia melepaskan pakaiannya, meletakkannya di tepi kolam, dan masuk ke dalam kolam, dengan mendorong ke samping tanaman-tanaman air dengan kedua tangannya. Ia menikmati mandi yang menyenangkan, dan membebaskan dirinya sendiri dari serangan oleh panas, kelaparan, kehausan, dan kelelahan. Dengan cara yang sama, teman-teman yang mulia, jika terdapat seseorang yang perbuatan ucapannya tidak murni, tetapi perbuatan jasmaninya murni, seseorang tidak seharusnya memperhatikan perbuatan ucapannya yang tidak murni, tetapi seharusnya memperhatikan perbuatan jasmaninya yang murni. Ini adalah bagaimana seorang bijaksana yang, ketika melihat [seseorang yang demikian], memunculkan kemarahan seharusnya membebaskan dirinya sendiri dari [kemarahan itu].
“Teman-teman yang mulia, jika terdapat seseorang yang perbuatan jasmani dan ucapannya tidak murni, tetapi pikirannya murni untuk sebagian kecil, bagaimanakah seharusnya seorang bijaksana yang, ketika melihatnya, memunculkan kemarahan membebaskan dirinya sendiri darinya?
“Teman-teman yang mulia, seumpamanya bahwa, pada sebuah persimpangan jalan, terdapat genangan air dalam bagian yang rendah yang dibuat oleh kuku seekor sapi jantan; dan seumpamanya bahwa seseorang datang ke sana, yang diserang oleh panas yang luar biasa, kelaparan, kehausan, dan kelelahan, yang disebabkan oleh angin panas. Ia berpikir dalam dirinya sendiri: “Jejak kuku kaki sapi jantan pada persimpangan jalan ini mengandung sedikit air. Jika aku mengambilnya dengan tanganku atau dengan daun, air itu akan menjadi keruh, dan aku tidak akan dapat membebaskan diriku sendiri dari serangan oleh panas, kelaparan, kehausan, dan kelelahan. Biarkanlah aku berlutut, dengan tangan dan lutut di atas tanah, dan menghisap air itu secara langsung dengan mulutku.” Ia kemudian berlutut, dengan tangan dan lututnya di atas tanah, dan menghisap air itu secara langsung dengan mulutnya, dan dengan demikian dapat membebaskan dirinya sendiri dari serangan oleh panas, kelaparan, kehausan, dan kelelahan.
“Dengan cara yang sama, teman-teman yang mulia, jika terdapat seseorang yang perbuatan jasmani dan ucapannya tidak murni, tetapi pikirannya murni untuk sebagian kecil, seseorang tidak seharusnya memperhatikan perbuatan jasmani dan ucapannya yang tidak murni, tetapi seharusnya memperhatikan hanya pikirannya, yang murni untuk sebagian kecil. Teman-teman yang mulia, ini adalah bagaimana seorang bijaksana yang, ketika melihat [seseorang yang demikian], memunculkan kemarahan seharusnya membebaskan dirinya sendiri dari [kemarahan itu].
“Teman-teman yang mulia, jika terdapat seseorang yang perbuatan jasmani, ucapan, dan pikirannya semuanya tidak murni, bagaimanakah seharusnya seorang bijaksana yang, ketika melihatnya, memunculkan kemarahan membebaskan dirinya sendiri darinya? Teman-teman yang mulia, seumpamanya seseorang sedang berada dalam perjalanan panjang dan, setelah jatuh sakit di jalan, sangat menderita dan kelelahan. Ia sendirian, tanpa teman; desa di belakangnya jauh dan desa di depan belum tercapai. Seumpamanya [juga] bahwa orang kedua datang ke sana dan, berdiri pada satu sisi, melihat orang pertama, yang sedang berada dalam perjalanan panjang dan, setelah jatuh sakit di jalan, sangat menderita dan kelelahan—sendirian, tanpa teman, desa di belakangnya jauh dan desa di depan belum tercapai. Dan seumpamanya bahwa ia menolong [pengembara yang sakit itu] untuk melewati hutan belantara dan mencapai desa [berikutnya], dan di sana memberikannya obat yang baik dan bagus, menyediakan makanan, merawatnya dengan baik. Dengan kata lain, orang kedua sangat berbelas kasih terhadap orang sakit itu, memiliki pikiran yang penuh cinta-kasih.
“Dengan cara yang sama, teman-teman yang mulia, jika terdapat seseorang yang perbuatan jasmani, ucapan, dan pikirannya semuanya tidak murni, maka seorang bijaksana, ketika melihatnya, berpikir: “Perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran orang ini semuanya tidak murni; [tetapi] janganlah ia, ketika hancurnya tubuh saat kematian, pergi menuju alam kehidupan yang buruk dan terlahir kembali di neraka, sebagai akibat perbuatan jasmani, ucapan, dan pikirannya yang tidak murni. Jika orang [yang tidak murni] ini bertemu dengan seorang sahabat baik, [ia dapat] meninggalkan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran yang tidak murni, dan mengembangkan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran yang murni.” Dalam hal itu, melalui mengembangkan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran yang murni, orang [yang memperbaiki diri] ini akan, ketika hancurnya tubuh saat kematian, pergi menuju alam kehidupan yang baik, terlahir kembali di alam surga. Dengan kata lain, orang [bijaksana] ini sangat berbelas kasih terhadap orang [yang tidak murni] itu, memiliki pikiran yang penuh cinta-kasih. Ini adalah bagaimana seorang bijaksana yang, ketika melihat [seseorang yang demikian], memunculkan kemarahan seharusnya membebaskan dirinya sendiri dari [kemarahan itu]. Teman-teman yang mulia, jika terdapat seseorang yang perbuatan jasmani, ucapan, dan pikirannya semuanya murni, bagaimanakah seharusnya seorang bijaksana yang, ketika melihatnya, memunculkan kemarahan membebaskan dirinya sendiri darinya?
“Teman-teman yang mulia, seumpamanya bahwa, tak jauh dari sebuah desa, terdapat sebuah kolam, yang penuh sampai pinggirnya dengan air yang jernih, indah, tepinya ditutupi dengan rumput hijau, dan dikelilingi dengan pepohonan yang berbunga; dan seumpamanya bahwa seseorang datang ke sana, yang diserang oleh panas yang luar biasa, kelaparan, kehausan, dan kelelahan, yang disebabkan oleh angin panas. Ketika tiba di kolam itu, ia melepaskan pakaiannya, meletakkannya di tepi kolam, dan masuk ke dalam air. Ia menikmati mandi yang menyenangkan, dan membebaskan dirinya sendiri dari serangan oleh panas, kelaparan, kehausan, dan kelelahan.
“Dengan cara yang sama, teman-teman yang mulia, jika terdapat seseorang yang perbuatan jasmani, ucapan, dan pikirannya semuanya murni, maka seseorang seharusnya memperhatikan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikirannya yang murni. Ini adalah bagaimana seorang bijaksana yang, ketika melihat [seseorang yang demikian], memunculkan kemarahan seharusnya membebaskan dirinya sendiri dari [kemarahan itu]. Dengan ini, teman-teman yang mulia, aku telah menjelaskan lima cara mengatasi kemarahan.”
Ini adalah apa yang dikatakan Yang Mulia Sāriputta. Setelah mendengarkannya, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.