Madhyamāgama
45. Kotbah [Pertama] tentang [Rasa] Malu dan Segan
Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.
Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:
“Jika seorang bhikkhu tanpa [rasa] malu dan segan, ini merusak kasih sayang dan penghormatan. Tidak memiliki kasih sayang dan penghormatan merusak keyakinan. Tidak memiliki keyakinan merusak pengamatan seksama. Tidak memiliki pengamatan seksama merusak perhatian penuh dan kewaspadaan penuh. Tidak memiliki perhatian penuh dan kewaspadaan penuh merusak penjagaan indera-indera, penjagaan moralitas, tanpa penyesalan, mengalami kegembiraan, sukacita, ketenangan, kebahagiaan, konsentrasi, melihat dan mengetahui hal-hal sebagaimana adanya, kekecewaan, kebosanan, dan pembebasan. Dan tidak memiliki pembebasan merusak [pencapaian] nirvana.
“[Namun], jika seorang bhikkhu memiliki [rasa] malu dan segan, kondisi bagi kasih sayang dan penghormatan muncul. Jika terdapat kasih sayang dan penghormatan, kondisi bagi keyakinan muncul. Jika terdapat keyakinan, kondisi bagi pengamatan seksama muncul. Jika terdapat pengamatan seksama, kondisi bagi perhatian penuh dan kewaspadaan penuh muncul. Jika terdapat perhatian penuh dan kewaspadaan penuh, kondisi muncul untuk penjagaan indera-indera, penjagaan moralitas, tanpa penyesalan, mengalami kegembiraan, sukacita, ketenangan, kebahagiaan, konsentrasi, melihat dan mengetahui hal-hal sebagaimana adanya, kekecewaan, kebosanan, dan pembebasan. Dan jika terdapat pembebasan, kondisi muncul untuk [pencapaian] nirvana.”
Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu itu bergembira dan mengingatnya dengan baik.