Madhyamāgama
37. Kotbah di Campā
Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Campā dekat Danau Gaggarā. Pada waktu itu, saat hari kelima belas dari [pertengahan-]bulan, hari untuk membacakan aturan disiplin, Sang Bhagavā duduk di sebuah tempat duduk yang disiapkan di hadapan perkumpulan para bhikkhu. Setelah duduk, Sang Bhagavā memasuki konsentrasi dan melalui pengetahuan tentang pikiran orang lain beliau memeriksa pikiran [para bhikkhu dalam] perkumpulan. Setelah memeriksa pikiran [para bhikkhu dalam] perkumpulan, beliau duduk diam selama waktu jaga pertama dari malam hari.
Kemudian seorang bhikkhu tertentu, bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu dan, dengan merangkapkan telapak tangan [untuk menghormat] kepada Sang Buddha, berkata:
“Sang Bhagavā, waktu jaga pertama dari malam hari telah berakhir. Telah lama sejak Sang Buddha dan perkumpulan para bhikkhu berkumpul dan duduk di sini. Semoga Sang Bhagavā membacakan aturan disiplin!”
Pada waktu itu, Sang Bhagavā tetap berdiam diri dan tidak menjawab.
Kemudian Sang Bhagavā berlanjut duduk diam sampai waktu jaga pertengahan dari malam hari. Bhikkhu itu lagi bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu dan, merangkapkan telapak tangannya [untuk menghormat] kepada Sang Buddha, berkata:
“Sang Bhagavā, waktu jaga pertama dari malam hari telah berlalu, waktu jaga pertengahan dari malam hari akan berakhir. Telah lama sejak Sang Buddha dan perkumpulan para bhikkhu berkumpul dan duduk di sini. Semoga Sang Bhagavā membacakan aturan disiplin!”
Pada waktu itu, Sang Bhagavā lagi tetap berdiam diri dan tidak menjawab.
Kemudian Sang Bhagavā berlanjut duduk diam sampai waktu jaga terakhir dari malam hari. Ketiga kalinya bhikkhu itu bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu dan, merangkapkan telapak tangannya [untuk menghormat] kepada Sang Buddha, berkata:
“Sang Bhagavā, waktu jaga pertama dari malam hari telah berakhir, waktu jaga pertengahan dari malam hari, juga, telah berakhir, dan waktu jaga terakhir dari malam hari akan berakhir. Ini sudah mendekati fajar; segera fajar akan datang. Telah sangat lama sejak Sang Buddha dan perkumpulan para bhikkhu berkumpul dan duduk di sini. Semoga Sang Bhagavā membacakan aturan disiplin!”
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada bhikkhu itu, “Di antara perkumpulan ini terdapat seorang bhikkhu yang tidak murni.”
Pada waktu itu, Yang Mulia Mahā Moggallāna juga terdapat di antara perkumpulan itu. Kemudian Yang Mulia Mahā Moggallāna berpikir:
“Sehubungan dengan bhikkhu manakah Sang Bhagavā berkata bahwa di antara perkumpulan ini terdapat seorang bhikkhu yang tidak murni? Biarkanlah aku memasuki konsentrasi sedemikian sehingga, melalui pengetahuan tentang pikiran orang lain, aku [dapat] memeriksa pikiran [para bhikkhu dalam] perkumpulan.”
Yang Mulia Mahā Moggallāna kemudian memasuki konsentrasi sedemikian sehingga, melalui pengetahuan tentang pikiran orang lain, ia [dapat] memeriksa pikiran [para bhikkhu dalam] perkumpulan itu. Kemudian Yang Mulia Mahā Moggallāna mengetahui bhikkhu yang sehubungan dengannya Sang Bhagavā telah berkata: “Di antara perkumpulan ini terdapat seorang bhikkhu yang tidak murni.”
Kemudian Yang Mulia Mahā Moggallāna bangkit dari konsentrasi, pergi tepat ke hadapan bhikkhu itu, menariknya pada lengannya, membuka pintu, dan mendorongnya keluar, [dengan berkata]: “Engkau orang bodoh, pergilah menjauh, jangan tinggal di sini. Engkau tidak diizinkan untuk berkumpul lagi dengan perkumpulan para bhikkhu. Oleh sebab itu engkau bukan lagi seorang bhikkhu.”
Yang Mulia Mahā Moggallāna kemudian memalang pintu dan kembali ke tempat di mana Sang Buddha berada. Dengan memberikan penghormatan dengan kepalanya pada kaki Sang Buddha, ia berdiri pada satu sisi dan berkata:
“Bhikkhu yang sehubungan dengannya Sang Bhagavā telah berkata “Di antara perkumpulan ini terdapat seorang bhikkhu yang tidak murni” telah kukeluarkan.
“Sang Bhagavā, waktu jaga pertama dari malam hari telah berakhir, waktu jaga pertengahan dari malam hari, juga, telah berakhir, dan waktu jaga terakhir dari malam hari akan berakhir. Ini sudah mendekati fajar; segera fajar akan datang. Telah sangat lama sejak Sang Buddha dan perkumpulan para bhikkhu berkumpul dan duduk di sini. Semoga Sang Bhagavā membacakan aturan disiplin!”
Sang Bhagavā berkata demikian:
“Mahā Moggallāna, orang bodoh itu melakukan suatu pelanggaran berat dalam menyulitkan Sang Bhagavā dan perkumpulan para bhikkhu.
“Mahā Moggallāna, siapa pun yang bertanggung jawab atas pembacaan aturan disiplin Sang Tathāgata dalam suatu perkumpulan yang tidak murni, kepalanya akan pecah menjadi tujuh bagian. Oleh karena itu, Mahā Moggallāna, untuk selanjutnya kalian dapat membacakan aturan disiplin [tanpa diriku]. Sang Tathāgata tidak akan membacakan aturan disiplin lagi.
“Mengapa demikian? Mahā Moggallāna, seperti halnya dari dasar sampai permukaan samudera menjadi perlahan-lahan lebih besar dalam keliling, secara merata dan seragam meningkat, sama halnya, Mahā Moggallāna, ajaran dan disiplin sejatiku adalah [untuk] secara perlahan-lahan dijalankan, secara perlahan-lahan dilatih, secara perlahan-lahan disempurnakan, dan secara perlahan-lahan diajarkan.
“Mahā Moggallāna, bahwa ajaran dan disiplin sejatiku adalah [untuk] secara perlahan-lahan dijalankan, secara perlahan-lahan dilatih, secara perlahan-lahan disempurnakan, dan secara perlahan-lahan diajarkan—ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa dari ajaran dan disiplin sejatiku.
“Lagi, Mahā Moggallāna, seperti halnya pasang surut samudera tidak pernah di luar waktunya, sama halnya, Mahā Moggallāna, dalam ajaran dan disiplin sejatiku, para bhikkhu, bhikkhuni, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan tidak akan pernah, sampai akhir kehidupan mereka, melanggar aturan pelatihan, yang telah kukembangkan untuk para anggota keluarga ini.
“Mahā Moggallāna, bahwa dalam ajaran dan disiplin sejatiku, para bhikkhu, bhikkhuni, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan tidak akan pernah, sampai akhir kehidupan mereka, melanggar aturan pelatihan, yang telah kukembangkan untuk para anggota keluarga ini—ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa dari ajaran dan disiplin sejatiku.
“Lagi, Mahā Moggallāna, seperti halnya air samudera adalah sangat dalam, tanpa dasar, dan sangat luas, tak terbatas, sama halnya, Mahā Moggallāna, dalam ajaran dan disiplin sejatiku, ajaran-ajarannya adalah sangat dalam, mendalam, dan tanpa dasar, sangat luas dan tak terbatas.
“Mahā Moggallāna, bahwa dalam ajaran dan disiplin sejatiku, ajaran-ajarannya adalah sangat dalam, mendalam, dan tanpa dasar, sangat luas dan tak terbatas—ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa dari ajaran dan disiplin sejatiku.
“Lagi, Mahā Moggallāna, seperti halnya air samudera adalah asin, yang memiliki rasa sama di mana-mana, sama halnya, Mahā Moggallāna, ajaran dan disiplin sejatiku memiliki rasa kebosanan, rasa pencerahan, rasa ketenangan, dan rasa sang jalan.
“Mahā Moggallāna, bahwa ajaran dan disiplin sejatiku memiliki rasa kebosanan, rasa pencerahan, rasa ketenangan, dan rasa sang jalan—ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa dari ajaran dan disiplin sejatiku.
“Lagi, Mahā Moggallāna, seperti halnya samudera berlimpah-limpah dengan harta karun, tak terhitung benda berharga, dan berbagai jenis permata yang luar biasa, penuh dengan barang-barang berharga, seperti emas, perak, kristal, beril, batu berharga, mutiara, giok hijau, giok putih, kulit kerang, koral, ambar, akik, tempurung kura-kura, rubi, dan manik-manik, sama halnya, Mahā Moggallāna, ajaran dan disiplin sejatiku berlimpah-limpah dengan harta karun, tak terhitung benda berharga, dan berbagai jenis “permata yang luar biasa”, seperti empat penegakan perhatian, empat usaha benar, empat landasan kekuatan batin, lima kemampuan, lima kekuatan, tujuh faktor pencerahan, dan jalan mulia berunsur delapan.
“Mahā Moggallāna, bahwa ajaran dan disiplin sejatiku berlimpah-limpah dengan harta karun, tak terhitung benda berharga, dan berbagai jenis “permata yang luar biasa”, seperti empat penegakan perhatian, empat usaha benar, empat landasan kekuatan batin, lima kemampuan, lima kekuatan, tujuh faktor pencerahan, dan jalan mulia berunsur delapan—ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa dari ajaran dan disiplin sejatiku.
“Lagi, Mahā Moggallāna, seperti halnya samudera adalah kediaman para dewa yang perkasa, yaitu para asura, gandhabba, rakkhasa, makara, kura-kura, buaya, ular vāruṇī, dan [makhluk mirip ikan besar lainnya seperti] timi, timingala, dan timitimingala; dan seperti halnya di samudera berdiam makhluk-makhluk paling menakjubkan dan paling luar biasa dengan tubuh sepanjang seratus liga, dua ratus liga, sampai dengan tiga ratus liga, atau bahkan sampai dengan tujuh ratus liga, makhluk-makhluk [dengan] tubuh [demikian] semuanya hidup di samudera, sama halnya, Mahā Moggallāna, dalam ajaran dan disiplin sejatiku terdapat komunitas para orang mulia, para makhluk spiritual agung semuanya berdiam di dalamnya, yaitu para arahant, mereka yang berada dalam jalan menuju kearahantaan, yang tidak-kembali, mereka yang berada dalam jalan menuju yang tidak-kembali, yang sekali-kembali, mereka yang berada dalam jalan menuju yang sekali-kembali, pemasuk-arus, dan mereka yang berada dalam jalan menuju pemasuk-arus.
“Mahā Moggallāna, bahwa dalam ajaran dan disiplin sejatiku terdapat komunitas para orang mulia, para makhluk spiritual agung yang semuanya berdiam di dalamnya, yaitu para arahant, mereka yang berada dalam jalan menuju kearahantaan, yang tidak-kembali, mereka yang berada dalam jalan menuju yang tidak-kembali, yang sekali-kembali, mereka yang berada dalam jalan menuju yang sekali-kembali, pemasuk-arus, dan mereka yang berada dalam jalan menuju pemasuk-arus—ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa dari ajaran dan disiplin sejatiku.
“Lagi, Mahā Moggallāna, seperti halnya samudera adalah murni dan tidak menerima jenazah, dan jika seseorang meninggal di samudera, tubuhnya ditiup oleh angin dan terdampar sampai ke pantai dalam semalam, sama halnya, Mahā Moggallāna, dalam ajaran dan disiplin sejatiku, perkumpulan para orang mulia adalah murni; ia tidak menerima “jenazah”. Jika terdapat mereka yang tanpa semangat, jahat, orang selibat palsu walaupun mengaku sebagai orang selibat, pertapa palsu walaupun mengaku sebagai pertapa, maka meskipun mereka dapat berada di tengah-tengah komunitas orang mulia, mereka jauh dari komunitas orang mulia dan komunitas orang mulia jauh dari mereka.
“Mahā Moggallāna, bahwa dalam ajaran dan disiplin sejatiku, perkumpulan para orang mulia adalah murni; ia tidak menerima “jenazah”; bahwa jika terdapat mereka yang tanpa semangat, jahat, orang selibat palsu walaupun mengaku sebagai orang selibat, pertapa palsu walaupun mengaku sebagai pertapa yang, meskipun mereka dapat berada di tengah-tengah komunitas orang mulia, mereka jauh dari komunitas orang mulia dan komunitas orang mulia jauh dari mereka—ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa dari ajaran dan disiplin sejatiku.
“Lagi, Mahā Moggallāna, seperti halnya terdapat lima sungai besar dari Jambudīpa yang memasuki samudera, yaitu Gangga, Yamunā, Sarabhū, Aciravatī, dan Mahī, bahwa semuanya memasuki samudera raya bersama-sama dengan air di mana naga laut mengirimkan hujan turun dari angkasa, [dengan kejam] seperti [memutar] tutup as roda [pada sebuah kereta], semua air ini tidak dapat menambah atau mengurangi samudera; sama halnya, Mahā Moggallāna, dalam ajaran dan disiplin sejatiku, para anggota keluarga khattiya yang mencukur rambut dan janggut, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan, berdiam dalam pembebasan pikiran yang tidak tergoyahkan, setelah menyempurnakan realisasi dengan diri mereka sendiri, [tetapi], Mahā Moggallāna, pembebasan pikiran yang tak tergoyahkan dalam ajaran dan disiplin sejatiku tidak bertambah ataupun berkurang.
“Dengan cara yang sama, para brahmana … perumah tangga … pekerja yang mencukur rambut dan janggut, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan, berdiam dalam pembebasan pikiran yang tidak tergoyahkan, setelah menyempurnakan realisasi dengan diri mereka sendiri, [tetapi], Mahā Moggallāna, pembebasan pikiran yang tak tergoyahkan dalam ajaran dan disiplin sejatiku tidak bertambah ataupun berkurang.
“Mahā Moggallāna, bahwa dalam ajaran dan disiplin sejatiku, para anggota keluarga khattiya yang mencukur rambut dan janggut, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan, berdiam dalam pembebasan pikiran yang tidak tergoyahkan, setelah menyempurnakan realisasi dengan diri mereka sendiri, [tetapi], Mahā Moggallāna, pembebasan pikiran yang tak tergoyahkan dalam ajaran dan disiplin sejatiku tidak bertambah ataupun berkurang; [dan bahwa] dengan cara yang sama, para brahmana … perumah tangga … pekerja yang mencukur rambut dan janggut, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan, berdiam dalam pembebasan pikiran yang tidak tergoyahkan, setelah menyempurnakan realisasi dengan diri mereka sendiri, [tetapi], Mahā Moggallāna, pembebasan pikiran yang tak tergoyahkan dalam ajaran dan disiplin sejatiku tidak bertambah ataupun berkurang—ini dikatakan sebagai suatu kualitas luar biasa dari ajaran dan disiplin sejatiku.”
Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, Yang Mulia Mahā Moggallāna dan para bhikkhu [lainnya] bergembira dan mengingatnya dengan baik.